Jumat, 04 Juli 2014

TOPENG KLANA GUNUNGSARI - PATRAJAYA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA6RkUJHlhhyphenhyphenJk760qmFjcvxvL99Ss3gkWBvBqMqsDgyyeDQgiJwbEMtPQ28GjjytiR_w6TXFiH3oBnHfzldh885aWtOZgj40nxw_72rNLZihxZRLcLtNXmV_UdGZIMWADNUzONO9q1HU/s320/Klana+Gunungsari-Patrajaya+%2528edit%2529.jpg
KLANA GUNUNGSARI DAN PATRAJAYA SIMBOL KEHRMONISAN DUA INSAN MANUSIA.
Pertunjukan wayang topeng di wilayah Malang, peran Klana Gunungsari dan Patrajaya merupakan dua peran yang mencerminkan sepasang insan manusia dari tingkatan sosial yang berbeda tetapi mempunyai hubungan yang harmonis.
Topeng Klana Gunungsari adalah seorang satriya putra raja Kerajaan Jenggala Manik yang digambarkan dalam wajah berwarna putih, berekspresi ceria.
Topeng Patrajaya adalah seorang abdi yang dengan setianya mendampingi Klana Gunungsari dalam berbagai keadaan suka maupun duka.  Topeng Patrajaya digambarkan dalam wajah berwarna putih dengan motif ukiran yang sangat sederhana, mulut bagian bawah ditiadakan sehingga pada waktu penari mengenakan topeng ini maka mulut bagian bawah (dagu asli) penari nampak.
Pola penyajian Klana Gunungsari-Patrajaya diawali dengan penampilan Patrajaya kemudian baru diikuti oleh Klana Gunungsari.
Ragam gerak tari Patrajaya bermotifkan sederhana, lucu, mendekati gerak-gerik keseharian dan diiringi gending gecul (lucu) dan ceria, misalnya gending ijo-ijo.
Ragam gerak tari Klana Gunungsari sudah terpola secara koreografis dan diiringi dengan gending Pedhat.  Beberapa gerak tari Klana Gunungsari antara lain : bukak keber - nyirig - medar malang - kencak - marakseba - gobesan.   Pada saat musik iringan berganti dengan gending Kaloirig beberapa ragam gerak tari bermotifkan kehidupan alam lingkungan antara lain: biyada mususi - leg-leg - tikus ngungak salang - merak keder - miyak glagah.  
Seluruh peran dalam wayang topeng di wilayah Malang ini tidak ada yang bicara kecuali Patrajaya, topeng-topeng yang lain dialognya dilakukan oleh sang Dalang.
Dalam dialog antara Klana Gunungsari dengan Patrajaya tersirat gambaran tentang keharmonisan komunikasi antara raja dan masyarakatnya.
Berbagai penelitian menginformasikan bahwa dalam buku Pararaton yang ditulis pada abad XIII meneriterakan bahwa pada pemerintahan Hayam Wuruk, Hayam Wuruk menarikan Klana Gunungsari untuk dapat berdekatan dengan masyarakat, untuk menginformasikan hal penting dari kerajaan maupun memberikan tauladan.
Dalam berbagai situasi Patrajaya sering memberikan nasehat, mengingatkan maupun memberikan masukan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh Klana Gunungsari dalam menghadapi permasalahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar