Minggu, 16 Februari 2014

WYUHA (GELAR PERANG)

WYUHA (GELAR PERANG)

7 Agustus 2013 pukul 21:20

Macam2 Wyuha (Gelar Perang) dalam kitab Arthasastra dan Bharatayudha.

1. ddanndda wyuha : susunan tentara seperti alat pemukul.

2. bhoga wyuha : susunan tentara seperti ular.

3. mannddala wyuha : susunan tentara seperti lingkaran.

4. asamhata wyuha : susunan tentara yang bagian-bagiannya terpisah-pisah.

5. pradara wyuha : susunan tentara untuk menggempur musuh.

6. ddrddhaka wyuha : susunan tentara dengan sayap dan lambung tertarik kebelakang.

7. asahya wyuha : susunan tentara yang tidak dapat ditembus.

8. garudda wyuha : susunan tentara seperti garuda.

9. sanjaya wyuha : susunan tentara untuk mencapai kemenangan dan berbentuk busur.

10. wijaya wyuha : susunan tentara menyerupai busur dengan bagian busur depan yang mencolok.

11. sthulakarnna wyuha : susunan tentara yang berbentuk telinga (karnna) besar (sthula).

12. wicalawijaya wyuha : susunan tentara yang disebut kemenangan mutlak ; susunannya sama dengan 11,
hanya saja bagian depan disusun dua kali lebih kuat dari pada 11.

13. camumukha wyuha : susunan tentara dengan bentuk 2 sayap yang berhadapan muka dengan musuh (camu dalam bahasa Sansekerta berarti suatu kesatuan perang).

14. jhashasya wyuha : susunan tentara seperti 13, hanya saja sayapnya ditarik kebelakang dan berbentuk muka ikan.

15. suimukha wyuha : susunan tentara yang berujung (mukha) ; seperti jarum (suci)

16. walaya wyuha : susunan tentara seperti 15, hanya saja barisannya terdiri dari 2 lapisan.

17. ajaya wyuha : susunan tentara yang tidak teralahkan.

18. sarpasari wyuha : susunan tentara seperti ular (sarpa) yang bergerak (sari).

19. gomutrika wyuha : susunan tentara yang berbentuk arah terbuangnya air kencing (mutrika) sapi (go).

20. syandana wyuha : susunan tentara yang menyerupai kereta (syandana).

21. godha wyuha : susunan tentara yang menyerupai buaya (godha).

22. waripatantaka wyuha : susunan tentara sama dengan 20, hanya saja segala pasukan terdiri dari barisan gajah, kuda dan kereta perang.

23. sarwatomukha wyuha : susunan tentara yang berbentuk lingkaran, sehingga pengertian sayap, lambung dan bagian depan tidak ada lagi ; sarwato dari kata sarwata berarti seluruh, sedangkan mukha berarti arah.

24. sarwatabhadra wyuha : susunan tentara yang serba (sarwata) menguntungkan (bhadra).

25. ashttanika wyuha : susunan tentara yang terdiri 8 divisi (asstta atau ashttanika berarti 8).

26. wajra wyuha : susunan tentara menyerupai petir (wajra) dan terdiri dari 5 divisi yang disusun terpisah-pisah
satu dari yang lain.

27. udyanaka wyuha : susunan tentara menyerupai taman (udyanaka) yang juga disebut kakapadi wyuha, artinya susunan tentara yang berbentuk kaki (padi berarti berkaki) burung kaka-tua (kaka) dengan ketentuan bahwa susunan tentara ini terdiri 4 divisi.

28. ardhacandrika wyuha : susunan tentara yang berbentuk bulan sabit. juga disebut ardhacandra wyuha ; ditentukan bahwa susunan tentara ini berdasarkan atas 3 divisi.

29. karkattakacrenggi wyuha : susunan tentara yang berbentuk kepala (srengga) udang (karkattaka).

30. arista wyuha : susunan tentara yang serba menang (arista) dengan susunan garis depan yang ditempati oleh arisan kereta perang, barisan gajah, sedangkan barisan berkuda menempati garis belakang.

31. acala wyuha : susunan tentara yang tidak bergerak, ialah suatu susunan tentara dengan menempatkan barisan infanteri, barisan gajah, kuda dan kereta perang satu di belakang yang lain.

32. cyena wyuha : susunan tentara sama dengan garuda wyuha.

33. apratihata wyuha : susunan tentara yang tidak dapat dilawan ( pratihata berarti melawan, sedangkan a berarti tidak) dengan ketentuan bahwa barisan gajah, kuda, kerata perang dan infanteri ditempatkan satu dibelakang yang lain.

34. capa wyuha : susunan tentara yang berbentuk busur.

35. madhya wyuha : susunan tentara yang berbentuk busur dengan inti kekuatan di bagian tengah.

36. singha wyuha : susunan tentara berbentuk singa.

37. makara wyuha : susunan tentara yang berbentuk makara (udang).

38. padma wyuha : susunan tentara yang berbentuk bunga seroja.

39. wukir sagara wyuha : susunan tentara yang berbentuk bukir dan samudera.

40. wajratikshnna wyuha : susunan tentara yang berbentuk wajra atau petir yang tajam.

41. gajendramatta atau gajamatta wyuha : gajah ngamuk.
notes: tulisan wyuha dalam ejaan lama !! , gambar nyusul kalau sempat scanning.
PROF. DR. R. M. SUTJIPTO WIRJOSUPARTO
sumber: KAKAWIN BHARATA-YUDDHA

Dua Puluh Strategi Perang Sunda Abad Ke-16

Dua Puluh Strategi Perang Sunda Abad Ke-16

7 Agustus 2013 pukul 21:19
Bagaimana strategi orang Sunda dulu berperang, belum banyak dibahas. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian hanya menyebutkan nama-nama strategi perang yang diterapkan paling tidak sampai abad ke-16.
Dalam Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan, “Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara, asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur, luwakmaturut, kidangsumeka,
babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati, prebusakti, pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang.” (Saleh Danasasmita, dkk., 1987)

Tulisan ini mencoba mendeskripsikan strategi perang dimaksud. Mudah-mudahan bisa jadi bahan kajian yang lebih mendalam untuk berbagai pemanfaatan.
1. Makarabihwa. Cara mengalahkan musuh dengan tidak berperang. Mengalahkan musuh dari dalam musuh itu sendiri, dengan menggunakan kekuatan pengaruh. Praktik merusak kekuatan musuh dari dalam agar merasa kalah sebelum berperang.

2. Katrabihwa. Posisi prajurit saat menyerang musuh, ada yang ditempatkan di atas, biasanya dengan menggunakan senjata panah, dan prajurit yang di bawah, biasanya menggunakan tombak dan berkuda.

3. Lisangbihwa. Sebelum perang dimulai, Panglima Perang/Hulu Jurit mengumpulkan pasukan tempurnya agar seluruh prajurit berteguh hati menjadi pasukan yang berani dan bersemangat berperang untuk mengalahkan musuh walaupun kekuatan lebih kecil.

4. Singhabihwa. Mengalahkan pertahanan musuh dengan cara menyusup. Para penyusup merupakan tim kecil yang jumlahnya hanya lima orang, terdiri atas ahli perang, ahli strategi, dan ahli memengaruhi musuh. Musuh terpengaruh oleh strategi yang kita lancarkan sehingga pada tahap ini musuh hancur oleh pikirannya sendiri. Waktunya sangat lama.

5. Garudabihwa. Memusatkan kekuatan pasukan pada posisi yang tersebar di beberapa titik penting yang telah ditentukan untuk pertempuran. Kekuatan di setiap titik jumlahnya 20 orang. Dengan simbol-simbol khusus, prajurit yang tersebar itu akan menyerang secara berbarengan
dan sekaligus, kemudian menyebar kembali untuk mempersiapkan penyerangan berikutnya.

6. Cakrabihwa. Menyusupkan beberapa orang prajurit ke benteng pertahanan musuh dengan cara rahasia dengan tujuan utama untuk menyusupkan persenjataan yang kelak akan digunakan oleh pasukan saat bertempur. Mereka harus prajurit yang sangat terlatih dan mengetahui medan, serta mengetahui cara-cara penyusupan.

7. Sucimuka. Upaya pembersihan musuh setelah perang usai sebab biasanya masih ada musuh yang berdiam di persembunyian. Para prajurit harus mengetahui daerah-daerah yang pantas digunakan sebagai tempat berlindung dan menjadi persembunyian musuh yang sudah tercerai-berai.
Prajurit harus mengetahui jalan-jalan yang dijadikan tempat untuk meloloskan diri. Pembersihan ini sangat penting agar musuh tidak menghimpun kekuatannya kembali.

8. Brajapanjara. Mendidik beberapa orang musuh agar bekerja untuk pihak kita. Setelah dianggap tidak membahayakan, mereka dilepas kembali ke daerahnya untuk dijadikan mata-mata. Orang itulah yang akan mengirimkan informasi mengenai kekuatan musuh, seperti jenis dan jumlah senjata yang mereka miliki, dan strategi perang apa yang akan digunakan. Harus sangat hati-hati saat mendidiknya.

9. Asumaliput. Setiap prajurit harus mengetahui tempat berlindung atau bersembunyi serta tidak akan diketahui musuh, seperti di dalam gua, tetapi harus pandai melihat situasi.

10. Meraksimpir. Cara berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih rendah, sedangkan musuh berada di daerah yang lebih tinggi. Bila posisinya demikian, pasukan dipersenjatai dengan tombak dan berkuda.

11. Gagaksangkur. Cara berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih tinggi, sedangkan musuh berada di bawah. Cara mengalahkan musuh dari atas, seperti cara meloncat atau menghadang.

12. Luwakmaturut. Gerakan untuk memburu musuh yang kabur dari lapangan pertempuran. Prajurit harus tahu cara pengejaran yang paling cepat di berbagai medan yang berbeda. Pengejaran musuh harus sampai di tempat persembunyiannya, apakah di air, atau yang lari ke dalam hutan.

13. Kudangsumeka. Cara menggunakan pedang yang lebih kecil. Bila menyusup ke daerah musuh, prajurit harus mengetahui cara-cara menyembunyikan pedang/senjata itu agar tidak diketahui musuh.

14. Babahbuhaya. Cara menghimpun kekuatan prajurit pada saat pasukan tertekan dan terjepit musuh, seperti cara/upaya memulihkan mental, semangat, dan kekuatan prajurit. Dilatihkan ke mana harus berlari, jangan sampai berlari ke daerah kekuatan musuh. Cara bagaimana bila saat berlari ada musuh di depan, atau musuh yang terus mengejar, serta cara bagaimana memilih tempat perlindungan. Bila terlihat aman, prajurit merundingkan upaya penyelamatan dan merencanakan penyerangan balik.

15. Ngalinggamanik. Prajurit yang sudah terlatih dipersenjatai dengan senjata rahasia, atau senjata keramat kerajaan, seperti tombak. Prajurit dilatih untuk mengendalikan senjata keramat itu, bila tidak, bisa-bisa prajurit itu yang terpental atau pingsan.

16. Lemahmrewasa. Cara berperang di hutan belantara atau di tempat-tempat yang rimbun, terutama ketika pasukan dalam keadaan terdesak dengan senjata pasukan yang sudah tidak mampu melayani kekuatan persenjataan musuh. Semua potensi yang bisa digunakan sebagai
senjata dimanfaatkan, seperti batu atau batang pohon.

17. Adipati. Teknik untuk melatih prajurit yang akan dijadikan prajurit dengan kemampuan khusus. Pasukan komando yang mempunyai kemampuan perseorangan yang tangguh dan dapat diandalkan.

18. Prebusakti. Setiap prajurit dibekali latihan keahlian khusus seperti tenaga dalam agar senjata lebih berisi, lebih matih, punya kekuatan mengalahkan musuh secara luar biasa.

19. Pakeprajurit. Sering kali raja menitahkan untuk tidak berperang. Prajurit terpilih, yaitu prajurit yang sudah terlatih untuk berunding, mengadakan perundingan-perindingan sehingga musuh dapat dikalahkan tanpa berperang. Namun, Panglima Perang/Sang Hulu Jurit, sesungguhnya menghendaki kemenangan dengan cara berperang.

20. Tapaksawetrik. Cara-cara berperang di air. Bagaimana cara mengelabui musuh agar tidak mengetahui pergerakan prajurit, serta cara-cara menggunakan senjata di air, seperti di sungai. Prajurit harus terlatih untuk mendekati musuh melalui jalan air.
Senjata Persenjataan yang digunakan dalam perang pada zaman itu pada umumnya sudah berupa senjata dari logam, apakah itu tombak ataupun pedang. Peninggalan senjata yang ditemukan di beberapa tempat di Jawa Barat, masih dapat dilihat di Museum Nasional di Jakarta (Lihat Dr. N.J. Krom, Laporan Kepurbakalaan Jawa Barat 1914). Sementara itu, kendaraan yang digunakan saat bertempur pada umumnya adalah kuda.
Tulisan ini merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui deskripsi dari setiap istilah strategi perang yang terdapat dalam Sanghyang Siksakandang Karesian.
Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam berbagai keperluan, seperti manajemen dan kepemimpinan.***
T. BACHTIAR
Alumnus Suscados Lemhanas angkatan XIII – 1985, anggota Masyarakat
Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Jenis Wayang Kulit Yogyakarta

Jenis Wayang Kulit Yogyakarta

7 Agustus 2013 pukul 20:27

Wayang Kulit Purwa Gagrak Yogyakarta-Tejokusuman

Wayang Tejokusuman dibuat pada tahun 1946 di wilayah Tejokusuman, Yogyakarta. Seperti wayang kulit umumnya, Wayang Tejokusuman memiliki tatahan dan sunggingan yang halus. Perbedaan mendasar yang dapat dilihat dari wayang Tejokusuman ini adalah warna tubuh yang diwarnai krem atau kuning muda.(umumnya wayang diberi warna prada/warna emas untuk bagian tubuhnya)

Wayang Kulit Purwa Gagrak Yogyakarta-Pakualaman

Wayang Pakualaman merupakan wayang gaya Yogyakarta yang mengenakan keris. Wayang ini menjadi ciri khas wayang wilayah kraton pakualaman. Seperti wayang pada umumnya, Wayang Pakualaman juga memiliki kualitas kulit, tatahan, dan sunggingan yang baik.Karena sebelumnya wayang ini kurang disosialisasikan kepada masyarakat makan perkembangan wayang Pakulaman pun terhambat. dan saat ini sangat sulit ditemukan wayang kulit khas Pakualaman.

Wayang Kulit Purwa Gagrak Yogyakarta-Kyai Intan

Wayang Kulit Kyai intan dibuat pada tahun 1870 oleh Ki Guna Kerti dan kawan-kawan atas permintaan seorang saudagar china di Muntilan yang bernama Babah Poliem. Wayang Kyai Inten dibuat dengan menggunakan kulit kerbau yang tebal dan kehalusannya terpilih. selain itu keistimewaan satu set wayang ini adalah di setiap wayangnya terdapat batu intan muda atau yakut dan juga di prada emas. Sebagai patokan diambil pakem wayang Yogyakarta. Intan tersebut dapat ditemui di mahkota, sumping (hiasan belakang kepala), kalung/kalung ulur-ulur, garuda mungkur, anting-anting dan lain-lain. Perbedaan yang jelas antara Wayang Intan dan wayang standard Yogyakarta terdapat pada wayang putren. Bila pada gaya Yogyakarta wayang putren memiliki kain yang menjorok kedepan makan di wayang Kyai inten ini kain jarik para putren dibuat sebaliknya, ke belakang sehingga terkesan terseret.

Wayang Kulit Purwa Gagrak Yogyakarta-Kraton

Wayang Kulit Kraton adalah satu set wayang yang dibuat atas permintaan sultan dan kemudian dijadikan pusaka kraton. Wayang Kulit Kraton umumnya adalah patokan dan pakem untuk wayang di suatu daerah seperti di Surakarta, Kedu dan Yogyakarta. Kraton Yogyakarta saat ini memiliki sekitar sepuluh set kotak wayang. Diantaranya adalah pusaka paling berharga yang diciptakan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Kotak wayang ini konon merupakan salah satu kotak wayang kulit purwa yang terlengkap di dunia dengan isinya sekitar 600 wayang (dalam satu kotak umumnya terdapat 200 buah wayang). Menurut kabar, wayang pusaka ini tidak pernah dapat diambil gambarnya. Wayang Kraton memiliki kualitas tatahan dan sunggingan yang lebih baik dari standard wayang yang ada pada umumnya dan juga tiap wayangnya diprada (diberi lapisan) emas. Umumnya hanya dalang-dalang senior saja yang dapat memainkan wayang-wayang ini.

Jumat, 14 Februari 2014

Cengkorong Pada Paes Ageng ( Riasan Pengantin Jawa )

Cengkorong Pada Paes Ageng

30 Oktober 2013 pukul 12:16

Beauty.and.Style Seperti dikemukakan Prof. Koentjaraningrat, bahwa upacara perkawinan pada dasarnya merupakan suatu peralihan terpenting dalam daur hidup seseorang, yaitu peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga. Inti dari upacara pernikahan, tak hanya melulu pada ritual upacara yang dilakukan, namun juga detail seperti riasan pengantin. Seperti dikutip dari ullensentalu, salah satu tata rias dan busana pengantin adalah Paes Ageng Gaya Yogyakarta. Sampai masa pemerintahan Sultan Sultan HB VIII, paes ageng ini hanya boleh dikenakan oleh kerabat raja. Baru pada masa pemerintahan raja berikutnya, Sultan HB IX (1940), mengijinkan masyarakat umum memakai busana ini dalam upacara pernikahan. Pemakaian busana paes ageng sangat rumit, memerlukan ketekunan dan ketelitian yang di dalamnya terkandung kesakralan maupun makna filosofi dalam setiap detail rias wajah, busana, dan aksesorinya. Untuk itu segala sesuatu yang berhubungan dengan paes dipercayakan pada seorang juru rias paes pengantin. Baik perias maupun pengantin putri yang dirias wajib berpuasa sebelum menjalankan acara. Tujuan utamanya adalah mengendapkan perasaan untuk membersihkan jiwa dan menguatkan batin agar dapat melaksanakan tugas dengan baik dan terhindar dari malapetaka. Masyarakat Jawa percaya bahwa kebersihan dan kekuatan batin juru rias akan menjadikan pengantin yang diriasnya cantik molek dan bersinar. Nah, berikut adalah tahapan merias wajah gaya paes ageng beserta makna dan filosofinya, menurut ullensentalu: 
 Tahap 1: Ratusan Proses pengasapan bahan ratus yaitu wewangian tradisional pada rambut agar harum  

Tahap 2: Halup-Halupan Atau disebut juga prosesi cukur rambut. Di mana dilakukan pembersihan wajah pengantin dengan cara mencukur rambut halus yang tumbuh di dahi atau memotong rambut menjuntai ke dahi sehingga wajah tampak bersih dan siap untuk dibuat pola wajah.  

Tahap 3: Cengkorongan Merupakan pembuatan pola wajah paes ageng gaya Yogyakarta. Penentuan bentuk dan pembuatan cengkorong ini dikerjakan dengan pensil dan hasil akhirnya berupa gambar samar-samar/tipis. Cengkorong meliputi:

1. Citak pada dahi, yaitu bentuk belah ketupat kecil dari daun sirih pada pangkal hidung di antara dua alis. Ada beberapa versi mengenai makna filosofinya, antara lain bahwa citak sebagai refleksi mata Dewa Syiwa yang merupakan pusat panca indra sehingga menjadi pusat keseluruhan ide. Pendapat lain mengatakan bahwa citak sebagai pemberi watak pada keseluruhan ide paes.

 2. Panunggul, pangapit, panitis, godeg Panunggul dibuat di atas citak, di tengah-tengah dahi, berbentuk meru melambangkan Trimurti (tiga kekuatan dewa yang manunggal). Di tengah-tengah panunggul diisi hiasan berbentuk capung atau kinjengan, yaitu seekor binatang yang selalu bergerak tanpa lelah dengan harapan agar pengantin selalu ulet dalam menjalani hidup. Panunggul berasal dari kata tunggal, yaitu terkemuka atau tertinggi, mengandung makna dan harapan agar seorang wanita ditinggikan atau dihormati. Pengapit terletak di kiri kanan panunggul berbentuk seperti meru (gunung) namun langsing. Penitis terletak di antara pengapit dan godheg. Pengapit, panitis, godheg dibuat sebagai keseimbangan wajah, maka diletakkan simetris dengan panunggul.

3. Alis dibuat berbentuk menjangan ranggah atau disebut juga tanduk rusa. Rusa merupakan simbol kegesitan, dengan demikian kedua pengantin diharapkan dapat bertindak cekatan, trampil, dan ulet dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Daerah sekeliling mata dibiarkan tidak terjamah oleh boreh, diberi gambaran yang disebut jahitan. Untuk membentuk mata lebih tajam dan anggun sehingga orang-orang akan mengaguminya. Tahap 4: Kandelan Setelah cengkorongan selesai dibuat sesuai pola dasar dan tampak pantas (layak), baru kemudian paes wajah diselesaikan dengan menebalkan garis-garis yang samar menjadi paesan dadi (paes jadi). Tahap 5: Dados: Selesai kandelan, dilanjutkan dengan dandos jangkep pengantin (pengantin berdandan lengkap) yang meliputi sanggul pengantin, perhiasan pengantin, kain pengantin, baju pengantin, dan dandosan (berbusana) lain selengkapnya. 1. Hiasan Sanggul Tata rambut pengantin dibuat seperti bokor tengkurap sehingga dinamakan bokor mengkurep. Sanggul rambut diisi dengan irisan daun pandan dan ditutup rajut bunga melati. Perpaduan daun pandan dan bunga melati memancarkan keharuman yang berkesan religius, sehingga pengantin diharapkan dapat membawa nama harum yang berguna bagi masyarakat. Gelung bokor mengkurep disempurnakan lagi dengan jebehan, yaitu

3 bunga korsase warna merah-kuning-biru (hijau) yang dirangkai menjadi satu dan dipasang di sisi kiri - kanan gelung. Tiga warna bunga itu melambangkan Trimurti (dewa Syiwa-Brahma-Wisnu). Di tengah sanggul dihias dengan bunga merah disebut ceplok, dan di kiri – kanan ceplok itu disematkan masing-masing satu bros emas permata. Pada bagian bawah agak ke arah kanan sanggul dipasang untaian melati berbentuk belalai gajah sepanjang 40 cm, diberi nama gajah ngoling. Hiasan ini bermakna bahwa pemakainya menunjukkan kesucian/kesakralan baik sebagai putri maupun kesucian niat dalam menjalani hidup yang sakral pula.
  
2. Aksesoris Paes Ageng Perhiasan yang dipergunakan pengantin putri disebut pula dengan nama raja keputren. Semua terbuat dari emas bertahtakan berlian yang dirancang dengan seni tinggi dan sangat halus. Set perhiasan ini berupa:  

a. Cunduk Menthul 5 tangkai bunga dipasang di atas sanggul menghadap belakang, menggambarkan sinar matahari yang berpijar memberi kehidupan, sering juga dikaitkan dengan lima hal yang menjadi dasar kerajaan Mataram Islam ini, seperti yang tercantum dalam Kitab Suci.

 b. Pethat/sisir berbentuk gunung Hiasan berupa sisir terbuat dari emas diletakkan di atas sanggul berbentuk seperti gunung, sebagai simbol kesakralan. Dalam mitologi Hindu, gunung adalah tempat bersemayam nenek moyang dan tempat tinggal para dewa serta pertapa.

 c. Kalung Sungsun Melambangkan 3 tingkatan kehidupan manusia dari lahir, menikah, meninggal. Hal ini dihubungkan dengan konsepsi Jawa tentang alam baka, alam antara, dan alam fana.  

d. Gelang Binggel Kana Berbentuk melingkar tanpa ujung pangkal yang melambangkan kesetiaan tanpa batas.  

e. Kelat Bahu Berbentuk seekor naga, kepala dan ekornya membelit. Melambangkan bersatunya pola rasa dan pikir yang mendatangkan kekuatan dalam hidup. Dalam mitologi Jawa, Naga merupakan hewan suci yang dipercaya menyangga dunia.

f. Centhung Perhiasan berupa sisir kecil bertahtakan berlian di letakkan di atas dahi pada sisi kiri dan kanan. Melambangkan bahwa pengantin putri telah siap memasuki pintu gerbang kehidupan rumah tangga.  

g. Cincin Menurut beberapa serat yang ditulis sejak jaman Sultan Agung seperti serat Centhini, serat Wara Iswara (Sunan PB IX) ditulis bahwa para putrd tidak diperkenankan memakai cincin di jari tengah. Karena sebagai symbol satu perintah untuk diunggulkan, yaitu milik Tuhan. Cincin di jari manis sebagai symbol untuk senantiasa bertutur kata manis. Cincin di jari kelingking simbol untuk selalu terampil dan giat dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Cincin di ibu jari sebagai simbol untuk senantiasa melakukan pekerjaan dengan ikhlas dan terbaik. 3. Busana Busana dalam Paes Ageng terdiri dari: Kain Dodot/Kampuh berukuran 4 – 5 meter dengan lebar 2-3 meter. Motif batik yang sering digunakan adalah Sido Mukti, Sido Asih, Semen Rama, Truntum. Motif-motif tersebut mempunyai makna filosofi yang sangat bagus berupa harapan akan berlangsungnya kehidupan rumah tangga yang kekal, saling berbagi dan mengisi dengan cinta kasih dan harapan akan dikaruniai hidup sejahtera. Selain kain panjang, pengantin putri memakai pakaian dalam dan selendang kecil (udet) berupa kain sutra motif cinde. Konon motif ini merupakan lambang sisik naga, yaitu simbol kekuatan. Sumber lain mengatakan bahwa motif cinde sebagai penghormatan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran (dewi padi).   in Share  Title : Tahapan Merias Wajah Pengantin Wanita Gaya Paes Ageng Yogyakarta Description : Seperti dikemukakan Prof. Koentjaraningrat, bahwa upacara perkawinan pada dasarnya merupakan suatu ...ikuti ajang konte...
  • Tahapan Merias Wajah Pengantin Wanita Gaya Paes Ageng Yogyakarta Seperti dikemukakan Prof. Koentjaraningrat, bahwa upacara perkawinan pada dasarnya merupakan suatu peralihan terpenting dalam daur hidup ...
Go Ngeblog Cara Membuat Menghilangkan Mencegah Recipe Gadis GirLieS Remaja Resep Masakan Cara Membuat Dermis Xylem Floem

Istilah-Istilah Dalam Seni Tari dan Perhiasannya

Istilah-Istilah Dalam Seni Tari dan Perhiasannya

7 Agustus 2013 pukul 21:17
*Badhak Merak. Penari yang memakai topeng besar, biasanya dalam pertunjukan Reyog atau Dhoger. Tutup kepala atau topeng ini melebar ke atas. Disebut badhak merak sebab topeng di bagian wajahnya menyerupai binatang badhak, sedang yang melebar ke atas digambari bulu merak atau sering bulu merak sungguh-sungguh. Badhak Merak ini sering disebut Dhadhak Merak atau Merak-merakan.
Bantalan. Benang yang dibalut dengan kain sebesar ibu jari digunakan sebagai alas bilahan gambang. Ada kalanya bahan ini berupa ijuk yang dibalut kain.

*Bara. Hiasan pada pakaian tari Jawa yang dikenakan pada pinggang bagian kanan dan kiri. Bentuknya selebar sabuk, panjangnya lebih kurang 40 cm, biasanya diberi hiasan mote dan ketep.
Benges. Bahan rias yang warnanya merah atau merah muda. Istilah ini dipakai jika untuk mewarnai bibir (lipstick). Beragam gerongan dengan nada rendah dinyanyikan dengan nada tinggi.
Blangkon. Ikat kepala yang terbuat dari kain denganmotif batikyang bermacam-macam. nama Blangkon berasal dari kata blangko, yang berarti ikat kepala, itu sudah dirakit atau dipas sedemikan rupa menurut ukuran kepala. Ikat kepala ini sebagai kelengkapan pakaian adat laki-laki di jawa. Perkembangan sekarang biasa untuk pakaian tari.

*Blencong. tabung bulat yang diisi dengan minyak kelapa, di bagian samping ada pipa berlubang tempat masuknya sumbu dari benag, sebagai alat penerangan (semacam, pelita) yang digantungkan di tengah tabir, tepat di atas kepala dhalang pada pertunjukan wayang kulit.

*Bokongan. Tiruan dari pada pantat supaya pantatnta kelihatan besar. Pakaian ini biasanya dipakai untuk peranan pria dalam pewayangan atau cara memakai sama dengan dhandhan.

*Boreh. bahan rias atau make up pada wayang wong atau tarian yang berwarna kuning. Boreh ini sering juga disebut lulur, fungsinya biasanya untuk memberi warna seluruh badan sehingga menjadi kuning. Menurut tradisi penari-penari harus mempunyai warna kulit yang kuning.
Buntal. bagian pakaian tari atau wayang wong yang terbuat dari kertas yang ermacam-macam warnanya. Potongan-potongan kertas itu dilipat-lipat sebagai rupa, sehingga setelah diikat dan dirangkai bentuknya menjadi bundar-bundar kecil, yang kira-kira garis tengahnya 7-10 cm. Rangkaian bundaran kertas itu disusun memanjang kira-kira sampai 2 meter. Menurut tradisi, buntal sebagai kelengkapan pakaian adat penganten Jawa yang aslinya terbuat dari daun-daunan. Buntal berasal dari kata bontel yang berarti bermacam-macam warna.

*Buntut. Tiruan ekor untuk peranan kera. cara memakai dikenakan pada sabuk bagian belakang seperti ekor, ujungnya dihubungkan pada irah-irahan. Untuk gaya Yogyakarta bahanya terbuat dari kapuk yang dimasukkan dalam kain sehingga bentuknya bulat dan panjang kira-kira 1,50 m.

*Buntut Cecak. tempat untuk memegang kemanak yang berbentuk panjang dan pada ujungnya melengkung mirip ekor.

*Cancutan. Sering juga disebut cawetan yaitu cara berkain untuk peranan kera khususnya gaya Yogyakarta.
Cawi. bentuk sunggingan dan tatahan pada kulit untuk pakaian-pakaian tari yang berbentuk garis-garis kecil seperti bentukl jarum.

*Celak. bagian daripada kelopak mata yang diberi warna hitam, supaya mata lebih kelihatan besar atau tajam.

*Celana panji-panji. Celana tari yang panjangnya kira-kira sampai bawah lutut.

*Celuk. Introduksi dengan vokal, biasanya menggunakan bait pertama atau bait terakhir dari salah satu tembang (lihat tembang).

*Cemehi Samandiman. Cambuk yang dibawa oleh Wirayuda dalam tari Jathilan atau kuda kepang Temanggung.

*Cempala. Alat pemukul kothak pada pertunjukan wayang kulit. Cempala dibuat dari kayu berbentuk mirip dengan stupa dengan garis tengah sekitar 10 cm dan panjangnya 15 cm. Di Yogyakarta, cempala yang dibuat dari kuningan atau perunggu yang bentuknya lebih kecil, digunakan sebagai pemukul kepyak dengan dijapit ibu jari kaki.

*Ceplik. Sering juga disebut borokan, merupakan hiasan thothok yang terdiri dari satu pasang pada bagian kanan dan kiri.

*Cindhen. Motif sampur dan celana panji-panji serta bagian-bagian lain dari kostum tari gaya Yogyakarta yang berwarna dasar merah, biru, hijau, kuning.

*Congoran. Sering pula disebut cangkeman, dan berfungsi sebagai topeng, tetapi hanya menutup bagian mulut. Untuk bagian muka lainnya diberi rias. Gaya Yogyakarta congoran dipakai dalam Langenmandra Wanara.

*Corekan. Rias muka setelah bagian muka diberi dasar, yaiu kumis, alis, godhek dan lain sebagainya.

*Cundhuk Jungkat. Perhiasan (lihat cundhuk mentul) yang berfungsi sebagai cundhuk yang bentuknya seperti sisir atau jungkat. Perhiasan ini biasanya terbuat dari mas atau tiruan mas.

*Cundhuk Mentul. Perhiasan biasanya untuk putri. Perhiasan ini sebagai cundhuk seperti bentuk bunga yang bisa bergerak seperti pir atau bahasa Jawa mentul-mentul. Perhiasan ini dikenakan pada hiasan sanggul, bahannya terbuat dari emas atau tiruan emas.

*Dhadhan. Bagian tari sebagai tiruan dhadha seupaya kelihatan besar. Bagian ini dipakai untuk peranan-peranan yang memakai baju, khususnya peranan kera dan raksasa. Dhadhan ini terbuat dari kapas yang dibungkus dengan kain, atau dengan anyaman dari rotan yang dibentuk sedemikian rupa. Cara memakainya diberi tali dan dikalungkan pada leher.

*Dhampar. Kursi beralas persegi tanpa sandaran untuk tempat duduk raja dan para ksatria dalam adegan resmi di balairung pada drama tari Jawa wayang wong (lihat wayang wong) gaya Yogyakarta.

*Dhendhan. Kayu bulat yang terletak pada kanan dan kiri bagian atas rancakan gender dimana ada lubang untuk memasukkan pluntur sebagai tali untuk merentangkan bilahan gender. Dhendhan ini merupakan alat pengencang pluntur. Di daerah Yogyakarta ada yang mirip bentuk nisan (dhendhan kijingan).

*Dhingklik. Kursi beralas bundar tanpa sandaran untuk tempat duduk para ksatria dalam adegan resmi di balairung pada drama tari Jawa wayang wong (lihat wayang wong) gaya Yogyakarta.

*Dhuduk. Wanita yang bertugas menladeni menyampaikan senjata prang seperti perisai dan panah kepada penari Srimpi gaya Yogyakarta.

*Dhuwung. Bahasa jawa Krama (tinggi, halus) untuk keris yang merupakan perlengkapan kostum tari Jawa gaya Yogyakarta yang juga dipakai ebagai senjata berperang. Peranan puteri mengenakan keris di depan diselipkan pada sabuk menempel perut, sedang peranan putera ada yang mengenakan keris di depan seperti misalnya para dewa, resi atau pertapa, tetapi pada umumnya dipakai di belakang diselipkan pada sabuk. Untuk gaya Yogyakarta dari kulit.

*Dhuwung Branggah. Keris yang bentuk kepala selosongnya (rangka) runcing sebelah. Untuk tari gaya Yogyakarta keris ini dipakai yang juga dipakai sebagai senjata berperang. Peranan puteri mengenakan keris di depan diselipkan pada sabuk menmpel di perut, sedang peranan putera ada yang mengenakan keris di depan seperti misalnya dewa, resi, atau pertapa, tetapi pada umumnya dipakai dibelakang diselipkan pada sabuk. Untuk gaya Yogyakarta dari kulit.

*Dhuwung Gayaman. Keris yang bentuk kepala selongsongnya (rangka) tumpul untuk tari gaya Yogyakarta kerisini dipakai oleh penari putera gagah.
Dodod.

1. Cara berkain. Ukuran kainnya lebih kecil dari pada kampuh, kurang lebih panjang 4 meter, lebar 1,10 meter. Selain untuk pakaian tari, dalam upacara kebesaran dikenakan oleh permaisuri raja, dan puteri-puteri raja yang sudah kawin.

2. Kain penutup menthak yang dibuat dari kain beledu dengan dihiasi benang keemasan, umumnya digunakan pada kalangan panbuh gamelan daerah Yogyakarta.
Dolanan Sondher. Ragam gerak tangan kiri dan kanan menggambarkan sedang bermain (dolanan) selendang (sampur atau sondger) yang terdapat pada tari putra halus dan gagah gaya Yogyakarta. Gerak ini dipakai pada

Tari Kelana.
Dolanan Supe. ragam gerak tangan kiri dan kanan menggambarkan penari sedang bermain-main (dolanan) dengan cincinnya (supe) pada tari gaya Yogyakarta. Gerak ini dipakai pada tari Golek dan Klana.
Gabahan. Rias bagian mata yang berpedoman dari wayang kulit bentuknya, seperti butir padi. Peranan yang mempunyai bentuk mata seperti ini biasanya karakter-karakter halus, seperti Arjuna, Kresna, Rama dan sebagainya. gabah artinya ‘butir padi’.

*Gada. Senjata perang tari putera gagah gaya Yogyakarta berupa alat pemukul. Di Yogyakarta berbentuk pemukul yang mempunyai tiga sisi yang pipih.
*Gadhung Mlati. Motif warna atau kombinasi warna yang sering dipakai pada kostum tari, antara lain untuk kain, *sampur, ikat kepala, kemben dan lain sebagainya. Warna terdiri dari warna putih dan hijau.
*Gelung. Irah-irahan atau tutup yang motifnya seperti hiasan rambut digelung atau dilengkungkan ke belakang. *Irah-irahan inibiasa dipakai seorang tokoh ksatria baik gagah maupun halus. Contohnya seperti Arjuna, Bima, Gathutkaca, Hanoman dan sebagainya.

*Gelung Bokor. Motif sanggul yang dipergunakan dalam tari Bedhaya atau Srimpi, khususnya gaya Yogyakarta. Dinamakan gelung bokor sebab bentuk sanggulnya menyerupai bokor atau mangkuk tempat air atau sayur.

*Gelung Tekuk. Motif sanggul yang dipergunakan jika seorang puteri yang sudah dewasa masuk ke Kraton. cara ini dilengkapi dengan kain memakai kemben atau semekan. Perkembangan sekarang sering untuk sanggulan jenis-jenis tari.

*Gendreh. Motif kain batik yang bentuk lereknya atau paranganya lebih kecil dari pada parang rusak. Biasanya dipakai untuk peranan Arjuna, Puntadewa dan lain sebagainya.

*Gendring. Sejenis Slawatan yang banyak di daerah Bantul. Tari yang dibawa adalah sebuah kipas kitap yang disebut tuladha atau tldha, yang dibacakan oleh dhalang. Tarian rakyat ini berfungsi sebagai upacara kedewasaan seperti khitanan, atau juga kaulan. Tarian ini bukan jenis tontonan umum, karena senua yang hadir ikut menari. Tarian ini diiringi musik terbang.

*Gimbalan. Jenis irah-irahan yang terbuat dari rambut palsu yang panjang dan hanya diberi zamang saja. Irah-irahan ini khususnya dipakai peranan rekasasa yang rucah atau raksasa yang tidak berperanan pokok di dalam pewayangan.

*Gincu. Bahan rias atau makeup yang warnanya merah atau merah muda, yang digunakan untuk mewarnai bagian pipi supaya lebih kelihatan muda atau menonjol.

*Godheg. Tiruan rambut yang tumbuh di muka telinga di bawah kening, dengan cara dirias. Dalam Wayang Wong bentuk godheg ini bermacam-macam menurut karakternya.

*Godheg Ngundhup Turi. Bentuknyaseperti bunga turi yang masih kuncup belum mekar. Dalam Wayang Wong bentuk godheg ini untuk karakter halus atau untuk puteri.

*Godheg Pengot. Bentuknya seperti pengot atau sejenis pisau. Dalam wayang wong atau jari jenis ini, untuk karakter yang gagah atau keras.

*Grompolan. Hiasan sumping yang dipasang pada ikat kepala tepen dibuat dari kulit kerbau atau sapai, bentuknya kecil seperti bunga..

*Halup-halup. Dasar rias muka, biasanya putih. Istilah ini sering dipakai dalam cara merias Wayang Wong khususnya gaya Yogyakarta.
Iket Kodhok Bineset. Ikat kepala atau blangkon tetapi bagian atas terbuka, sehingga setelah dipakai rambut bagian atas kelihatan.

*Ilat-ilatan. Bagian dari mekak. Disebut ilat-ilatan karena menyerupai lidah yang panjang, dipakai di tengah dada memanjang ke bawah yang fungsinya untuk menutup kancing atau tali mekak.

*Jahitan. Cara merias bagian mata untuk jenis tari Bedhaya gaya Yogyakarta. Bentuknya seluruh muka didasari lulur, tetapi di bagian sekeliling mata tidak, sehingga pada bentuk mata yang bisa njahit.

*Jamang. Hiasan kepala yang terbuaat dari kulit kerbau atau sapi, ditatah dan disungging atau dinada serta diberi kepet, mete seperti cuping atau kalung. Hiasan ini merupakan kesatuan dari pada irah-irahan. Motif zamang bermacam-macam menurut jenis irah-irahannya atau karakternya.

*Janget. Sama dengan jenjetan, bedanya bahannya dibuat dari kulit lembu yang dibentuk pipih sebesar kurang lebih ½ cm, sering ada yang berbentuk bulat pipih ada yang persegi.

*Januran. Bentuk zamang atau sumping yang sering juga disebut Jamang atau sumping pundhak setegel. Peranan-peranan dalam wayang wong yang memakai bentuk ini antara lain Bima, Hanoman, Ontorejo dan lain sebaginya.

*Jemparing. Bahasa Jawa Krama (tinggi, halus) untuk panah gaya Yogyakarta yang busur dengan anak panahnya menjadi satu. Penggunaan jemparing dalam perang tidak secara sunguh-sungguh,sebab anak panah tidak bisa terlepas dari busurnya apabila ditembakkan, tetapi hanya menimbulkan bunyi thek.

*Alus Impur . Tipe tari putera halus gaya Yogyakarta untuk ksatria yang halus dan rendah hati seperti Arjuna, Rama, Laksamana, Panji dan Darmawulan. Gerak-gerak lengannya agak terbuka, banyak menggunakan desain lengan simetris serta menggunakan sampur. Tipe tari ini juga sering hanya disebut impur.

*Alus Kalang Kinantang. Tipe tari putera halus gaya Yogyakarta untuk ksatria yang halus tetapi dinamis seperti misalnya Salya, Bisma dan Wibisana. Gerak-gerak lengannya agak terbuka, banyak menggunakan desain dengan asimetris serta mengunakan sampur. Tipe tari ini juga disebut kagok kinantang

*Andhe-andhe Lumut. Drama tari rakyat yang banyak berkembang di daerah Bantul dan Kulon Progo. Drama tari ini berisi ceritera Andhe – andhe Lumut. Yaitu cerita Panji. Pertunjukan ini diiringi seperangkat gamelan laras slendro atau pelog . Dahulu hanya ditarikan oelh penari pria saja, tetapi perkembanan sekarang tidak demikian. Gerak tarinya mendapat pengaruh dari wayang wong, khususnya gaya Yogyakarta. Para penari menyampaikan dialognya dengan bentuk tembang dan prosa.

*Apit Ngajeng. Penari pertama dari kanan penonton pad lajur pertama dari rakitan bedhaya gaya Yogyakarta.

*Apit Wingking. Penari pertama dari kanan penonton pada lajur ketiga dari rakitan bedhaya gaya Yogyakarta.

*Badui. Sejenis rodhat yang banyak berkembang di daerah Sleman. Penarinya anatar 20 sampai 80 orang saling berpasangan. Penari-penarinya membawa kipas dan sapu tanga. Dialog yang dibawakan berbentuk nyanyian dan sholawat dengan bahsa maupun bahasa Indonesia serta bahasa Jawa. Gerak tarinya dilakukan dengan posisi berdiri. Setiap berganti gerakn dengan tenda peluit yang dibunyikan oleh pimpinan penari itu. Tari Badui dari Sleman pernah mendapatkan juara pertama pada festival tari-tarian rakyat Indonesia di Jakarta pada tahun 1977.

*Ballet, Ramayana. Drama tari tanpa dialog Yogyakarta yang membawakan cerita dari epos Ramayana. Istilah balet yang berasal dari bahasa Perancis, ballet mempunyai arti yang sama dengan istilah sendratari. Kata ballet banyak dipergunakan oleh grup-grup tari Ramayana yang menyelenggarakan pertunjukan untuk para wisatawan.

*Bango Mate. Ragam gerak dengan tangan kiri ngruji, tangan kanan nyempurit. Seperti gerak seekor burung bango. Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Bangun Siswa. Sejenis Kobra Siswa, di tengah-tengah pertujukan ada demonstrasi akrobatik. Pertunjukannya terdiri dari permaian obor di atas tali yang direntangkan pada dua ujung bambu yang tingginya kurang lebih lima belas meter.

*Bapang Dhengklik Keplok Asta. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta untuk peranan-pranan bala tentara raksasa. Kata dhengklik menunjukan ciri gerak salah satu kaki yang diangkat ke atas dan ditetapkan dengan tekukan lutut dan tekanan. Untuk bala tentara raksasa digunakan posisi tangan yang yang disebut keplok asta yang berarti “bertepuk tangan”

*Bapang Dhengklik Keplok Asta Usap Rawis. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta khusu untuk para jin raksasa yang mempunyai watak tidak baik.

*Bapang Kentrog. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta khusu untuk tari Bugis gaya Yogyakarta. Gerak-geraknya bersumber pada bapang, tetapi ditambah dengan gerak kentrong yaitu gerak meloncat-loncat di atas satu aki.

*Bapang Sekar Suhun Dhengklik. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta untuk peranan-peranan raja raksasa atau pangeran raksasa seperti Prabu Newata Kawaca dan Kumbakarna. Sekar suwun adalah nama posisi lengan yang selalu mengarah ke atas dan yang lain mengarah diagonal ke bawah. Kata dhengklik menunjukan ciri gerak salah satu kaki yang diangkat ke atas ditapakan dengan tekukan dan tekanan.

*Bapang Ukel Asta. Tipe putera gagah gaya Yogyakarta khusus untuk dewa yang berwatak humor yaitu Bathara Narada.

*Barong. Tokoh binatang dalam Jathilan atau Incling. Barong yang sering disebut barongan ini ditarikan oleh dua orang berkerudung kain atau bagor, sehingga berbentuk binatang besar. Satu orang berada di muka menggerak-gerakkan kepalanya, sedang satunya berada di belakang menggerak-gerakkan pantat dan ekornya. Barongan ini berkepala binatang besar dengan mulut yang besar, tetapi tidak jelas jenis binatangnya.

*Batak. Penari kedua dari kanan penonton pada lajur tengah dari rakitan bedhaya gaya yogyakarta. Bersama endhel pajeg, penari batak memegang peranan penting dari cerita yang dibawakan oleh bedhaya. Pada bedhaya yang menceritakan Srikandhi Meguru Manah, penari Batak inilah yang berperan sebagai Srikandhi, sedangkan penari endhel pajeg berperan sebagai Arjuna.
Beber.

1. Jenis wayang yang cara pertunjukannya membentangkan kain yang telah digambari dengan gambar-gambar wayang dan telah dibri warna, mengambil cerita dari siklus Panji. Wayang beber sekarang masih terdapat di Desa Panung daerah Pacitan, jawa Timur.

2. Cara menawarkan di dalam pertunjukan gamelan ngamen dengan membunyikan kendhang sedemikan rupa agar diketahui oleh khalayak ramai agar menanggapnya.
Bedhah Bumi. Penari ngibing pertama pada tari tayub, biasanya pada upacara bersih desa yang mengawali menari ngibing adalah tuan rumah penyelenggara. Bedhah bumi mempunyai arti simbolis, yaitu melakukan persetubuhan, bedhah berarti membuka (njebol) yatitu penari putranya, sedang bumi artinya tanah yaitu penari putrinya.Upacara itu merupakan simbol kesuburan tanah pada waktu bersih desa sesudah panen.
Botoh.

1. Dua orang juru pemisah atau wasit pada tari Lawung gaya Yogyakarta yang berfumgsi sebagai pemberi aba kapan latihan perang dimulai dan berakhir serta memimpin jalannya latihan. Botoh menggunakan tipe tari putera gagah kalang kinantang raja.

2. Penjudi.
Arjunawiwaha, Bedhaya. Bedhaya gaya Yogyakarta hasil pengolahan Raden Lurah Sasmitamardawa dari Kawedanan hageng Punakawan Krida Mardawa Keraton Yogyakarta pada tahun 1976, mengambil cerita ketika Arjuna bertapa di Indrakila dengan segala macam godaan membunuh Niwatakawaca untuk kemudian dinobatkan menjadi raja bidadari. Iringan gendhing Ranumanggala, Pelog nem.
Dewa Ruci. Bedhaya. Komposisi tari bedhaya gaya Yogyakarta yang disusun oleh Sudharsono Pringgobroto pada tahun 1946, yang dipentaskan pertama kali pada pembukaan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Kostum, teknik tari, maupun jumlah penarinya sama dengan bedhaya klasik, tetapi tema yang dibawakan ialah cerita Dewa Ruci, suatu episode dalam epos Mahabarata yang menggambarkan peristiwa ketika Bima sedang dicoba oleh gurunya, yaitu Durna, untuk mencari air hidup di dasar samodra. Setelah segala rintangan dapat diatasi, Bima bertemu dengan Dewa Ruci yang memberinya petunjuk-opetunjuk yang baik.
Laleha, Bedhaya. Bedhaya dengan iringan gendhing Laleha serta merupakan salah satu bedhaya ciptaan zaman Sultan Hamengkubuwono VI, mengambil serat Harjunasasra ketika perang melawan Sumantri.
Lambangsari, Bedhaya. Bedhaya yang menggunakan gendhing Lambangsari sebagai pengiringnya, serta diciptakan pada zaman Sultan Hamengkubuwono VII di Yogyakarta. Tarian ini berisikan pertemuan percintaan Panembahan Senapati dari Mataram dengan Kajeng Ratu Kidul di pantai Laut Selatan (Samudra Indonesia).
Manten, Bedhaya. Komposisi tari bedhaya gaya Yogyakarta yang menggambarkan proses upacara perkawinan menurut adat Jawa, diciptakan oleh Sultan hamengkubuwono IX pada tahun 1943. Teknik tari dan pakain tarinya seperti bedhaya yang lain, tetapi penarinya hanya berjumlah enam orang.
Pangkur, Bedhaya. Bedhaya dengan urutan gendhing pengiring : Ketawang Pangkur gendhing kemanak Ladrang Kembangpepe dalam larasd slendro pathet manyura.
Prabudewa, Bedhaya. Bedhaya ciptaaan Sultan yang kemudian pada zaman Sultan Hamengkubuwono VI diolah kembali, serta dihadiahkan sebagai pusaka bedhaya di Kadipaten.
Revolusi, Bedhaya. Komposisi tari bedhaya gaya Yogyakarta yang disusun oleh Sudharso Pringgobroto pada tahun 1959. Tema yang dibawakan menggambarklan rangkaian peristiwa sejarah Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman pemulihan keamanan tahun 1950 yang menggambarkan secar simbolis. Bedhaya Revolusi juga dibawakan oleh sembilan penari puteri, tetapi pakaiannya menggunakan pakaian puteri pada wayang wong gaya Yogyakarta dan rias muka serta kepalanya menggunakan rias pengantin puteri Yogyakarta. Sapta, Bedhaya. Komposisi tari bedhaya yang disusun oleh Tumenggung Purbaningrat pada tahun empatpuluhan, ditarikan oleh tujuh orang penari wanita. Bedhaya Sapta (sapta berarti tujuh) mengisahksn cerita ketika Sultan Agung (1613 – 1645) , raja Mataram III membuat batas antara Mataram dengan Pasundan.
Sejarah Taman Siswa, Bedhaya. Komposisi tari bedhaya yang disusun Sudharso Pringgosubroto pada tahun 1952, menggambarkan sejarah berdirinya Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 dengan tokohnya Ki hajar Dewantara. Kostum, teknik tari dan jumlah penarinya sama dengan bedhaya klasik, hanya temanya saja yang baru.
*Begalan.

1. Kesenian rakyat yang banyak berkembang di daerah BAnyumas. Kesenian rakyat berisikan wejangan –wejangan, sehingga pertunjukannya sering untuk meramaikan pesta perkawinan. Pertunjukan ini yang dipentingkan dialognya, sedang gerask tarinya sederhana dan sifatnya spontan yang dipengaruhi gerakan tari Jawa dan tari Sunda. Isi ceritanya tidak jelas, hanya terdiri dari dua penari, yatitu sebagai pembegal dan yang dibegal, sebagai simbol antar kebaikan dan kejahatan .

2. Pada wayng kulit adalah perang kembang, yaitu perang yang terjadi setelah gara-gara, yakni perang antara seorang ksatria melawan seorang raksasa yang biasanya disebut buta begal.
Beksa Alus. Teknik tari putra halus gaya Yogyakarta yang dipergunakan untuk peranan-peran ksatria halus dari Mahabarata, Ramayana, Panji dan Darmawulan seperti Arjuna, Kresna, Rrama, Laksamana, Panji, Darmawulan dan lain-lain. Ciri khas tipe putera halus ialah posisi kaki terbuka rendah, langkah sedang, pengangkatan kaki rendah, posisi lengan agak terbuka, gerak-geriknya lambat kecuali pada gerak perang. Beksa alus, bahasa jawa Krama (tinggi, halus) dari joged alus lazimnya dibawakan oleh laki-laki yang berperawakan sedang agak langsing.
Beksa Gagah. Teknik tari putera gagah gaya Yogyakarta yang dipergunakan untuk peranan-peranan ksatria gagah perkasa dari epos Mahabarata, Ramayana, Panji, Darmawulan dan sebagainya, seperti Bima, Baladewa, Rahwana, Klana, Sewandana, Menakjingga dan sebagainya. Ciri khas tipe putera gagah ialah posisi kaki terbuka agak cepat. beksa gagah, bahasa jawa Krama (halus, tinggi) dari Joged gagah lazimnya dibawakan oleh laki-laki yang berperawakan kokoh dan tinggi.
Putri., Beksa. Teknik tari puteri gaya Yogyakarta yang dipergunakan untuk tari bedhaya, srimpi, golek serta peranan-peranan puteri dalam berbagai drama tari Jawa. Cir khas tipe tari puteri ialah posisi kaki tertutup, langkah sangat kecil, posisi lengan agak tertutup, gerak kepala kecil tanpa tekanan, tekukan-tekukan anggota badan tidak tajam, gerak-geraknya lambat. Beksa putri lazimnya ditarikan oleh wanita, kecuali sebelum tahun 1918 untuk golek dan peranan-peranan puteri dalam wayang wong, Langendriya dan langen Mandrawanara dibawakan oleh penari laki-laki yang masih remaja, berperawakan ramping dan berparas cantik.
Bindi.

1. Senjata perang pada tari putera gagah Yogyakarta yang berupa alat pemukul yang berbentuk silinder.

2. Tabuh (alat pemukul ) Bonang, Kethuk, Kempyang dan Kenong.
Bliu Tau. Cara belajarmemainkan salah atu instrumen gamelan misalanya rebab tetapi tanpa metode yang benar, umumnya hanya dengan mendengarkan kemudian menirukan.
Bronjong Kawat. Sikap tangan seperti orang makan nasi tanpa menggunakan sendok maupun garpu, yaitu menggunakan jari-jari untuk mengambil makan. Sikap dilakukan agar nampak kaku.
Bugis. Komposisi tari berpasangan gaya Yogyakarta yang dibawakan oleh satu atau dua pasang penari, dengan menggunakan tipe tari putera gagah yang khas untuk Bugis yaitu bapang kentrong.Tari ini diperkirakan lahir di luar istana pada abad ke-19, menggambarkan prajurit-prajurit dari suku bugis dari Sulawesi Selatan yang sedang berlatih perang.
Buntil. Penari nomor 7 pada lajur tengah dari rakitan bedhaya gaya Yogyakarta.
Cakilan.

1. Jenis tarian raksasa.

2. Bambu bulat kecil besarnya kurang lebih dua pertiga cm panjangnya dua setengah cm, digunakan sebagai alat penahan bilahan gender, slenthem yang diikatkan pada pluntur.
Cancutan. Sering juga disebut cawetan yaitu cara berkain untuk peranan kera khususnya gaya Yogyakarta.
Canthang Balung. Salah satu penari pada tari golek gambyong. Canthang balung merupakan tokoh antagonis dan digambarkan sebagai tokoh unik.
Cekehan. Gerakan kaki pada tari kuda kepang, yaitu berjalan dengan kaki merendah atau mendhak, tetapi waktu akan melangkah kaki diangkat agak tinggi dengan meloncat sedikit. Gerakan ini bisa dijalankan maju dan mundur, iramanya pelan.

*Cepet. Tokoh dalam tari Jathilan atau Incling yang memakai topeng menutup seluruh muka. Dalam pertunjukan ini ada dua penari, yaitu cepet lanang topengnya berwarna hitam, dan cepet wadon topengnya berwarna putih. Dua tokoh ini juga sering disebut Cepetan atau Kecepet.

*Cindhil Ngungak Tumpeng. Ragam gerak menirukan seekor anak tikus (cindhil) yang melihat sekejap (ngungak) segunduk nasi (tumpeng). Gerak ini terdapat pada tari gagah Yogyakarta atau peranan yang akan kurang ajar.

*Cipta Budhaya. Organisasi pendidikan tari swasta gaya Yogyakarta yang ada di Yogyakarta yang sekarang tidak aktif lagi.

*Coklekan. Gerak tekukan kepala ke samping kiri atau kanan pada tari gaya Yogyakarta.

*Congklang. gerak tari pada tari kuda kepang mirip dengan gerak drap (lihat drap), tetapi kakinya lurus tidak ditekuk, iramanya agak pelan daripada drap.

*Congoran. Sering pula disebut cangkeman, dan berfungsi sebagai topeng, tetapi hanya menutup bagian mulut. Untuk bagian muka lainnya diberi rias. Gaya Yogyakarta congoran dipakai dalam Langenmandra Wanara.

*Contemporary Dance School Wisnuwardhana. Lembaga pendidikan tari kreasi baru swasta yang didirikan oleh Wisnuwardhana (lihat Wisnuwardhana).

*Cundrik. Prop tari sebagai senjata untuk perang, bentuknya seperti keris, tetapi tanpa warangka. Prop tari ini biasanya dipakai untuk peranan putri, khususnya dalam Wayang Wong atau tari gaya Surakarta.

*Damarwulan. Cerita seni historis dari Jawa asli yang menggambarkan seorang kesatria bernama Damarwulan yang bersedia membela kerajaan Majapahit terhadap pemberontak Adipati Menakjingga dari Blambangan. damarwulan berhasil membunuh Menakjingga, dan dapat melestarikan cintanya dengan Dewi Anjasmara, putri Patih Logender dari Majapahit. Cerita ini merupakan tema dari drama tari opera Jawa gaya Yogyakarta yang bernama Langendriya. Damarwulan juga sering dipentaskan dalam drama tari baru yang bernama sendratari.
Deder Sampur. Sampur yang digarap sebagai anak panah yang ditumpangkan pada lengan kiri, serta ditarik dengan jari tangan kanan.
Dhadha.

1. Penari nomor 6 pada jalur tengah dari rakitan bedhaya (lihat rakitan bedhaya) gaya Yogyakarta.

2. Nama nada di dalam gamelan (lihat gamelan). Untuk pencatatannya biasa diganti dengan angka 3, untuk laras
slendro dan laras pelog.

*Dhadha Mungal. Dada (dhadha) diangkat ke atas (mungal). Posisi ini adalah posisi dada yang baik pada tari gaya Yogyakarta.

*Dhuduk. Wanita yang bertugas menladeni menyampaikan senjata prang seperti perisai dan panah kepada penari Srimpi gaya Yogyakarta.

*Drap. Gerakan kaki pada tari kuda kepang di daerah Temanggung, gerakannya lari dengan kakai diangkat agak tinggi dan ditekuk, iramanya cepat.

*Duduk Wuluh. ragam gerak mengan kiri dan kanan dengan gerak ngoyog ke samping, diakhiri dengan lengan kiri mengarah diagonal lurus ke bawah, lengan kanan dalam posisi ditekuk seperti bertolak pinggang. Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Ebeg. Sejenis Emblek yang banayak berkembang di daerah Banjarnegara. para penari naik kuda kepang dengan membawa pedang, biasanya memakai kacamata yang bermacam-macam warnanya. pada klimaks pertunjukannya juga diadakan perang dengan permainan kaca cermin yang memantulkan sinar ,atahari yang ditujukan kepada lawannya.

*Emblek. Sejenis jathilan dari Kedu di daerah pegunungan. Pemainnya terdiri dari 7 orang, enam orang penari kuda kepang yang berpasanga-pasangan, satu sebagai pemimpinnya. Pertunjukannya dengan perang-perangan serta perang dengan permainan kaca yang memantulkan sinar matahari yang ditujukan kepada musuhnya. Biasanya mereka menari berputar-putar sampai ada yang tak sadar dan kemasukan roh halus (ndadi ).

*Encot. Gerak seluruh badan ke bawah setelah berhenti digerakan kembali ke atas. gerak ini terdapat pada tari puteri dan putera halus gaya Yogyakarta.

*Encot-encot asta. Ragam gerak kaki encot yang diakkhiri denganlengan kanan diluruskan diagonal ke bawah. gerak ini terdapat pada tari putri gaya Yogyakarta.

*Pajeg, Endhel. Penari nomor 3 pada lajur tengah dari rakitan bedhaya gaya Yogyakarta. Bersama batak penari ini memegang peranan penting dari cerita yang dibawakan oleh bedhaya. Pada bedhaya yang menceriterakan Srikandhi Meguru Manah, penari endhel pajeg inilah yang berperan sebagai Arjuna, sedangkan penari batak berperan sebagai Srikandhi.

*Wedalan Ngajeng, Endhel. Penari nomor 2 pada lajur ketiga dari rakitan bedhaya gaya Yogyakarta.

*Wedalan Wingking, Endhel. Penari nomor 9 pada lajur ketiga dari rakitan bedhaya gaya Yogyakarta.

*Endraya. Sikap tangan kiri naga ngelak dalam posisi di depan pusar. Sedangkan tangan kanan dengan sikap tangan ambaya mangap telentang dengan ujung jari menyentuh pinggang kanan.
Engkrang. Ragam gerak tangan kiri dan kanan dengan posisi sampur nyanthok dan kemudian sampur dilemparkan ke luar. Jika gerak ini diikuti dengan mengangkat dan menekuk kaki kiri disebut engkrang kiwa. dan jika yang diangkat dan ditekuk kaki kanan disebut engkrang tengen. Engkrang dipakai untuk tari putera halus dan gagah gaya Yogyakarta dalam enjeran, yang merupakan persiapan pada tari perang.
Engkrang Mlampah. Ragam gerak engkrang yang dibarengi dengan kaki melangkah. Gerak ini terdapat pada tari putera halus dan gagah gaya Yogyakarta.

*Enjeran. Tari persiapan dan pemanasan pada komposisi tari perang gaya Yogyakarta. Enjeran merupakan bagian kedua dari komposisi tari perang yang utuh yang terdiri dari empat bagian, yaitu maju gendhing, enjeran, perangan dan mundur gendhing.

*Erang Sampur. Gerak menirukan sindhen, dengan menutupi bibir dan menggunakan sampur sebagai penutupnya.

*Erek. Suatu gerakan jika akan perang-perangan di dalam tari sejenis Jathilan. Sebelum perang-perangan biasanya dua penari kuda kepang menggunakan gerakan erek, yaitu seperti berputar-putar membuat komposisi lingkaran.

*Etheng, Beksan. Komposisi tari kelompok berpasangan gaya Yogyakarta yang ditarikan oleh 12 orang penari pria, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18. Tari ini merupakan tari perang yang dibawakan oleh tiga kelompok penari, yaitu kelompok yang menggunakan tipe tari putera halus 4 orang yang diadu kekuatannya, kelompok yang meggunakan tipe tari putera gagah 4 orang sebagai yang mengadu, dan kelompok pelawak yang terdiri dari 4 orang pula.

*Gagah Impur. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta untuk ksatria gagah tetapi palsu dalam tingkah laku seperti Prabu Suyudana dan Patih Udawa. Gerak-gerak lengannya terbuka, banyak menggunakan desain lengan simetris serta menggunakan sampur seperti pada tipe tari putera alus impur. Tipe ini juga lazim disebut kagok impur.

*Kalang Kinantang, Gagah. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta untuk ksatria gagah dan agresif seperti Suteja, Sentyaki, Indrajit dan sebagainya. Gerak-gerak lengan terbuka, banyak menggunakan desain lengan simetris sertamenggunakan sampur. Tipe tari ini juga sering hanya disebut kalang kinantang.

*Kalang Kinantang Raja, Gagah. Tipe tari putera gagah gaya Yogyakarta untuk raja-raja gagah dan agresif seperti Baladewa dan Rahwana. Prinsip geraknya sama dengan gagah kalang kinantang, tetapi ada kelainan sedikit pada gerak-gerak tangan kirinya. Tipe tari ini juga sering hanya disebut kalang kinantang raja.

*Kembang, Gagah. Tipe tari putera gagahgaya Yogyakarta untuk ksatria gagah dan jujur serta teguh pendiriannya seperti Bima, Gathutkaca gaya Yogyakarta, Antareja dan Antasena. Gerak-gerak lengannya terbuka, banyak menggunakan desain lengan simetris serta menggunakan posisi tangan ngepel tanpa sampur. Tipe tari ini juga lazim disebut kambeng.

*Gajahan. Ragam gerak dengan salah satu lengan ditekuk ke atas hingga tangan berada di dekat telinga, lengan yang lain diagonal ke bawah dilakukan bergantian kiri dan kanan. Gerak ini dipakai pada tari putera gaya Yogyakarta.
Gajah Ngoling. Ragam gerak kedua belah tangan di atas telinga kanan dan kiri seperti seekor gajah yang sedang ngoling (menggeliat) dengan melambaikan belalainya ke atas pada tari gaya Yogyakarta. gerak ini dipakai pada tari bedhaya dan srimpi.
Gambyong.

1. Nama dari salah satu peran penari yang ada dalam tari Golek Gambyong.

2. Nama dari bonang nada gamelan carabalen.
Gambyongan.

1. Nama dari suatubentuk gendhing.

2. Suatu bentuk irama dalam gamelan Jawa.
Gapruk. Gerak beradu senjata yang lazimnya gada, pedang atau tombak pada tari perang putera gagah gaya Yogyakarta. Gapruk berarti beradu.

*Gebesan. Gerak kepala pada tari kuda kepang mirip pacak gulu, geraknya sederhana yaitu kepala digerakkan ke kanan dan ke kiri bersama-sama dengan menggerakkan kepala kuda kepang.

*Gedheg. Menggelengkan kepala ke kiri dan ke kanan pada tari putera gaya Yogyakarta. Gerak kepala ini biasanya dipergunakan oleh peranan-peranan yang bertopeng agar muka nampak hidup..

*Gedrug. Gerak menghentakkan salah satu kaki kiri atau kanan ke lantai dengan ujung kaki di belakang kaki yang lain pada tari puteri dan putera halus gaya Yogyakarta. Jika yang dihentakkan kaki kiri bernama gedrug kiwa, dan bila yang dihentakkan kaki kanan bernama gedrug tengen. Kiwa berarti kiri, tengen berarti kanan.

*Gelar. Strategi perang klasik yang banyak dipergunakan pada drama tari klasik seperti wayang wong gaya Yogyakarta. Gelar ini ada bermacam-macam, antara lain Gelar Garudha Nglayang yang bentuk formasinya seperti burung garuda yang sedang melayang, Gelar Emprit Neba yang bentuk formasinya seperti burung emprit dalam jumlah banyak yang sedang beterbangan, Gelar Wulan Tumunggal yang bentuk formasinya melengkung seperti bulan yang baru saja menginjak hari pertama, Gelar Dirada Meta yang bentuk formasinya seperti seekor gajah yang sedang marah, dan lain-lain.

*Gendhewa. Busur panah, yaitu bagian untukmelepaskan anak panah. Di dalam wayang wong gendhewa sering dibawa untukmenunjukkan bahwa yang membawa adalah ksatria.
Genjotan. Gerak langkah besar ke samping kiri atau kanan disertai dengan tekanan.Gerak ini terdapat pada tari putera gagah gaya Yogyakarta.

*Genjring. Nama instrument, bentuknya seperti terbang kecil tetapi pada bagian kayu diberi lubang untuk menempatkan logam-logam yang tipis. Genjring disebut pula tamper atau kerincing.
Genukan. Sama dengan grimingan. Istilah ini umumnya dipakai pedhalangan Yogyakarta.

*Gidrah. Ragam gerak yang diakhiri dengan mempertemukan tangan kiri dan kanan di depan perut. Gerak ini dipakai pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Gladhi Resik. Istilah ini dipakai untuk menyebut latihan yang terakhir sebagai suatu persiapan pentas atau pertunjukan tari. Menurut tradisi para peran putera mengenakan celana panji-panji, kain sapit urang (bisa juga memakai kain wiron biasa), sabuk bara kamus timang, keris, tanpa baju, udheng. Sedang untuk puteri dengan kain, kebaya, gelung tekuk atau ukelan biasa.

*Asmaradana, Golek. Jenis tari golek gaya Yogyakarta yang diiringi gendhing Asmaradana.
Ayun-ayun, Golek. Jenis tari golek gaya Yogyakarta yang diiringi gendhing ayun-ayun.

*Golek Surenggraha. Jenis tari golek gaya Yogyakarta yang diiringi gendhing Surenggraha dicipta Tumenggung Purwadiningrat pada tahun 1967 dan merupakan Golek yang tertua di Yogyakarta.

*Guntur Segara. Komposisi tari kelompok berpasangan gaya Yogyakarta yang dibawakan oleh empat orang penari putera, menggunakan tipe tari putera gagah. Tari yang menggambarkan perang antara dua pasang ksatria ini dicipta oleh Sultan Hamengkubuwono I pada abad ke – 18. Kedua pasang ksatria ittu ialah Jayasena yang ditarikan oleh kedua orang penari dan Guntur Segara yang ditarikan oleh dua orang penari pula. Kedua ksatria yang berperang itu adalah tokoh-tokoh dari cerita Panji.

*Impang Encok. Ragam gerak dengan kaki kanan menyilang kaki kiri yang diakhiri dengan gerak kaki encot. Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Impang Lembehan. Ragam gerak dengankaki kanan menyilang kaki kiri, dengan diikuti oleh gerak tangan melenggang (lembehan). Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Impang Ngawer Udhet. Ragam gerak dengankaki kanan menyilang kaki kiri tangan kiri ragam ke depan dengan posisi ngruji, tangan kanan memegang udhet (belendang) dengan digerak-gerakan ke atas dank e bawah. Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Indra. Gerak pada tari Bandabaya gaya Paku Alam di mana secara berulang dilakukan dalam sikap yang sama yaitu kaki kanan melangkah diikuti kaki kiri gedrug di dekat tumit kanan. Sedangkan kiri membawa tameng di dekat pinggang dan kanan membawa pedang, lengan lurus dekat paha dan pedang lurus bagian tajam di atas.
Jajar. Empat penari putera pada tari Lawung gaya Yogyakarta yang berstatus sebagai prajurit. Jajar menggunakan tipe tari putera bapang.

*Jongko Ngilo. Ragam gerak bercermin pada tari putera gaya halus dan gagah gaya Yogyakarta yang dilakukan dengan tangan kiri memegang sampur dengan posisi miwir dan tangan kanan nyempurit.Jangko berarti “tinggi”, ngilo berarti “bercermin”. Gerak ini dipakai pada enjeran yangmerupakan bagian persiapan dari tari perang.
Jangkung Miling. Ragam gerakan lengan dengan mencangkolkan sampur pada siku kiri dan kanan yang diikuti oleh gerak kepala yang disebut miling. Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta.

*Jaran Penumbuk. Penari kuda kepang dalam tari Dhoger yang berfungsi sebagai penari utama. Biasanya penarinya adalah penari dhadhak merak sampai ndadi, setelah sadar terus ganti menari jaran penumbuk juga sampai ndadi.

Sejarah Asal Usul Blangkon

Sejarah Asal Usul Blangkon

30 Oktober 2013 pukul 14:10

Sejarah Asal Usul Blangkon   Sejarah Asal Usul Blangkon Blangkon merupakan salah satu penutup kepala bermotif batik, dengan design yang unik yang mana dikenakan oleh pria sebagai bagian dari busana traditional Jawa. Namun dari beberapa sumber yang telah saya telisik, tidak ada satupun yang mengetahui dari mana asal usul pria Jawa mengenakan ikat kepala yang dinamakan Blangkon ini. Namun ada teori lain yang berasal dari para sesepuh yang mengatakan bahwa pada jaman dahulu, ikat kepala tidaklah permanen seperti sorban yang senantiasa diikatkan pada kepala. Tetapi dengan adanya masa krisis ekonomi akibat perang, kain menjadi satu barang yang sulit didapat. Oleh sebab itu, para petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang menggunakan separoh dari biasanya untuk efisiensi maka terciptalah bentuk penutup kepala yang permanen dengan kain yang lebih hemat yang disebut blangkon. blangkon pada prinsipnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar. ukurannya kira-kira selebar 105 cm x 105 cm. yang dipergunakan sebenarnya hanya separoh kain tersebut. Ukuran blangkon diambil dari jarak antara garis lintang dari telinga kanan dan kiri melalui dahi dan melaui atas. pada umumnya bernomor 48 paling kecil dan 59 paling besar. blangkon terdiri dari beberapa tipe yaitu : Menggunakan mondholan, yaitu tonjolan pada bagian belakang blangkon yang berbentuk seperti onde-onde. blangkon ini disebut sebagai blangkon gaya yogyakarta. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas. Semoga informasi mengenai Sejarah Asal Usul Blangkon ini dapat menambah pengetahuan Sobat semua. Mari kita cintai dan sama-sama menjaga apa yang telah menjadi tradisi bangsa kita, sebagai wujud melestarikan khazanah nusantara yang beraneka ragam dan tiada terkira

Keris

Keris

30 Oktober 2013 pukul 13:08

Keris

Dimasa lalu, setiap pria Jawa terutama bangsawan dan priyayi, pada saat menjalankan tugasnya sehari-hari, selalu mengenakan busana tradisional lengkap dengan sebilah keris dipinggangnya. Setiap priyayi paling tidak memiliki dua buah, satu untuk dipakai harian, sedangkan yang lain untuk upacara resmi dan upacara di karaton. Tentu saja, keris yang kedua mempunyai kualitas dan penampilan yang lebih bagus.Dizaman kuno, keris dipergunakan sebagai senjata untuk berperang ataupun untuk bertarung satu lawan satu. Pada saat ini, fungsi keris adalah untuk pelengkap busana tradisional. Namun demikian, keris tetap dihargai, diperlakukan dengan baik. Orang tradisional menghargai keris sebagai pusaka yang berharga dan barang seni yang bernilai tinggi. Keris dinilai berkualitas tinggi, kalau mempunyai penampilan fisik yang anggun dan punya daya spiritual yang bagus.Orang Yang Sempurna Menurut penilaian tradisional Jawa, seseorang telah dianggap sempurna kalau dia telah mempunyai lima hal, yaitu: Wismo, Wanito, Kukilo, Turonggo dan Curigo/Keris. Penjelasan singkatnya sebagai berikut :
  1. Wismo artinya rumah. Orang yang telah mempunyai rumah tentunya penghasilannya cukup dan hidupnya mapan.
  2. Wanito. Orang yang telah kawin dan punya istri ( demikian pula tentunya seorang wanita yang telah menikah), artinya telah memilih jalan hidup yang benar dan bertanggung jawab.
  3. Kukilo artinya burung. Penjelasan filosofisnya adalah : nyanyian burung itu merdu bagai music atau alunan gamelan. Mendengar suara lembut, orang merasa tenang, enak, bahagia. Alangkah indahnya, bila seorang ayah,kepala keluarga berbicara dengan suara lembut ,itu tentu sangat menenangkan dan menyenangkan seluruh keluarga.
  4. Turonggo artinya kuda. Kuda adalah alat trransportasi yang praktis dimasa lalu. Dia bisa dipakai menarik andong ataupun bisa ditunganggi untuk bepergian. Dalam hal ini, orang hendaknya memiliki kendaraan kehidupan ( mempunyai jalan hidup) yang bisa dengan baik dikendalikan supaya hidupnya mapan.
  5. Curigo atau Keris. Kris itu tajam ujungnya. Ini melambangkan ketajaman pikir. Adalah sangat penting orang punya pikiran yang tajam dengan wawasan yang luas. Itu adalah urutan dimasa dulu. Kini, ada yang menyatakan bahwa urutan pertamanya adalah keris dengan alasan : otak yang cemerlang, intelligentsia adalah paling penting.
Warongko dan WilahSecara umum, sebuah keris mempunyai dua bagian penting, yaitu warongko/sarung dan wilah atau bilah keris.Warongko adalah pakaian untuk melindungi bilah. Sejak dulu ada dua macam bentuk warongko, yaitu Branggah atau Ladrang dan Gayaman.

Branggah dikenakan pada waktu upacara resmi dan kebesaran, sedangkan Gayaman untuk dipakai harian.Selain itu ada dua macam gaya warongko yaitu Gaya Ngayogyokarto dan Surokarto.Sebuah keris dari kualitas tinggi, punya penampilan yang bagus. Bagian luar keris terdiri dari (dari atas kebawah): Ukiran/pegangan; Mendhak/cincin; Warongko/sarung dari kayu yang langsung membungkus bilah keris dan Pendhok/ sarung atau pembungkus warongko yang terbuat dari bahan metal yang diukir. Supaya “pakaian luar” dari bilah keris bagus dan menarik, diperlukan bantuan seniman yang mumpuni dan ahli dalam bidangnya.   Sebuah keris yang bagus, klasik, hanya bisa dibuat oleh seorang Empu Keris, yang memang ahli dan berpengalaman dalam bidang pembuatan keris.Keris yang bagus juga memerlukan materi yang bagus ,berupa : besi, nikel dan baja yang bermutu. Kadang-kadang batu meteor yang mengandung titanium juga dipergunakan untuk menciptakan pamor yang indah yang muncul dibilah keris. Seni Tempa Bilah keris dibuat  dengan cara ditempa ditungku milik empu, dengan suara yang bertalu-talu memukuli campuran besi, nikel dan baja dengan percikan-percikan api merah menyala tersebar diruangan tempa.
Di Besalen, tempat penempaan keris, diruang perapian telah disiapkan bahan-bahan baku untuk keris berupa 5 kg lempengan besi yang berukuran kira-kira lebar 4 cm, tebal 2 cm, panjang 15 cm; 50 gram nikel dan 0,5 kg baja. Tiga komponen itu dicampur dengan jalan ditempa dan dibakar. Besi dipanaskan, ditempa berulang-ulang. Nikel diselipkan antara lempengan besi, dipanaskan membara sampai ukuran panjang tertentu, lalu dilipat dua dan ditempa. Proses ini dilaksanakan berulang-ulang sampai mencapai lipatan yang dikehendaki, tergantung kepada bentuk tampilan dari keris yang dikehendaki. Penempaan haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati dan jeli supaya muncul pamor bagus yang diinginkan dibilah keris. Sesudah itu, lempengan baja dengan besi dan nikel yang telah ditempa, dipanaskan lagi sampai membara dan ditempa lagi untuk menguatkan bilah keris. Bilah keris dibentuk sesuai kehendak, bisa dibuat Keris Lurus atau Keris Luk, dengan bengkokan. Jadi pembuatan keris sesuai dengan blueprintnya dengan menggunakan pelbagai alat pertukangan. Supaya bisa memunculkan pamor yang indah, selain nikel diperlukan batu meteor sebagai tambahan. Pencampuran metal berlapis-lapis dan penempaan adalah teknik yang diterapkan untuk menghasilkan bilah keris yang kecil, kuat, tipis.Pada tahap finishing, bilah keris di-sepuhi, yaitu dipanaskan tetapi tidak sampai membara kemudian disepuh supaya kuat, awet dan bagus . Keris dicelupkan kedalam ember yang berisi air kelapa atau cairan campuran dari sulfur, jus jeruk dan garam. Keris sudah siap dan beratnya kira-kira 0,4 kg saja!

Pada saat ini untuk membuat sebuah keris yang bagus dan berkualitas klasik, diperlukan : 100 kg arang jati,  dan dikerjakan selama 40 hari atau bahkan lebih untuk jenis keris yang lebih rumit. Sang Empu biasanya dibantu oleh dua orang pembantu untuk penempaan. Peran Empu KerisDizaman kuno , masyarakat tradisional sangat menghormati empu keris. Setiap kerajaan tentu punya empu-empu keris andalannya. Para empu membuat keris atas pesanan dari raja, pangeran dan petinggi istana. Tentu saja ada empu yang menerima pesanan dari priyayi kecil, prajurit, guru, seniman, petani, pedagang dan berbagai orang yang bekerja dibermacam bidang.Pada masa lalu, setiap orang hanya menyimpan keris yang khusus dibuat untuknya oleh seorang empu keris. Itu prinsip utamanya.Kedua, pejabat istana mengenakan keris jabatan yang dipinjamkan oleh raja . Pejabat-pejabat yang mendapatkan pinjaman “Keris Jabatan” biasanya adalah Patih, Menteri, Hulubalang, Adipati, Bupati dlsb. Mereka boleh menyimpan keris –keris tersebut selama masih menjabat.Ketiga, seseorang yang menerima hadiah keris dari raja atau atasannya.Keempat, anak yang menerima keris dari ayahnya. Dulu ada kebiasaan, seorang ayah memberikan keris kepada putra-putranya telah dewasa. Juga menantu laki-laki yang menerima keris dari mertuanya. Dia boleh menyimpan keris tersebut selama dia masih menjadi menantu, tetapi kalau dia cerai dengan istrinya, kerisnya harus dikembalikan.Secara prinsip, untuk masyarakat tradisional, keris merupakan milik pribadi, karena keris dibuat untuk pemiliknya dengan bantuan seorang Empu Keris dan keris tersebut  mengandung harapan pemilik supaya  mempunyai  kehidupan yang berhasil lahir batin.Kehendak pribadi yang merasuk kedalam keris tersebut akan berlaku selamanya dan itu merupakan enerji yang kuat untuk selalu menjaga dan membantu pemiliknya demi mencapai cita-citanya.Oleh karena itu, dimasa kuno tidak ada perdagangan keris, karena setiap keris hanya melayani tuannya,pemiliknya. Dalam perkembangan ada jual beli keris. Ketika membeli keris, selain bentuk dan pamor yang diperhatikan, yang paling penting untuk dideteksi adalah enerji spiritual atau tuah keris yang merupakan tugas utama yang asli dari keris itu. Anda harus memilih keris yang “kehendak spiritualnya” sesuai dengan kehendak anda. Supaya anda dan keris tersebut mempunyai hubungan yang harmonis. Anda menyenangi keris tersebut, memperlakukannya dengan patut, sehingga keris juga merasa aman dan tenang ditangan anda dan , mestinya si keris akan melayani tuan barunya dengan sepenuh hati

Keris atau “isi” keris bisa diajak berdialog, disebut “nayuh” dalam bahasa Jawa.Seandainya, anda belum bisa menayuh keris, jangan ragu untuk meminta bantuan seorang ahli menayuh keris.Ada istilah halus yang dipakai dalam perdagangan keris, bila anda mau membeli keris, anda tidak menanya: “Berapa harga keris ini?” Tetapi anda harus mengatakan : “Berapa” Mas Kawin” keris ini?”, seolah anda melamar untuk memiliki keris itu.Setiap kali seorang empu membuat keris, sesuai dengan tata cara baku, dia harus terlebih dahulu mempersiapkan diri secara batin. Dia harus membersihkan jiwa raganya, lahir batin dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dan tidur sebentar sesudah tengah malam, berhari-hari melakukan meditasi. Dia dengan khusuk memohon kepada Gusti, Tuhan untuk membuat keris yang bagus dan cocok untuk pemesannya.Sang Empu juga memohon supaya selama proses pembuatan segalanya berjalan lancar, aman; dia, para pembantunya dan si pemesan supaya selamat dan supaya dia diberi berkah untuk berhasil membuat keris sesuai dengan permintaan pelanggannya. Dia juga akan memohon restu dari gurunya atau almarhum gurunya dalam meditasinya.Sesudah yakin bahwa dia telah mendapatkan berkah Ilahi, dia juga akan meminta supaya si pemesan juga melakukan tirakatan dengan membersihkan jiwa raganya lahir batin dan berdoa kepada Gusti, Tuhan supaya diperkenankan untuk mempunyai keris baru yang bagus dan cocok. Bila perlu dia juga harus berpuasa untuk beberapa hari. Yang paling penting, selama proses pembuatan keris, dia harus mempunyai pikiran dan hati yang bersih. Empu akan mencatat nama lengkapnya, pekerjaannya, hari, tanggal, bulan dan tahun kelahirannya, bentuk /dapur keris dan pamor keris yang diminta dan tentu saja harapan akan mission kerisnya.Data tersebut akan dipergunakan oleh Empu untuk mulai pembuatan keris, supaya bisa dibuat keris yang berkualitas. Seperti dalam adat, sesaji tradisional diadakan dan ditaruh dalam besalen dengan tujuan positif untuk mendapatkan berkah dan perlindungan Gusti, Tuhan selama berlangsungnya proses pembuatan keris.Keris apa yang akan dibuat dan apa misi dari keris tersebut, itu tentu disesuaikan dari pekerjaan si pemesan. Semua orang tentu mempunyai kemauan yang baik, tetapi setiap profesi tentu mempunyai ke-khasan masing-masing.Misalnya ada berbagai profesi  seperti : raja, pejabat tinggi Negara, birokrat, prajurit, saudagar, petani, executive, diplomat, guru, satpam, dll. Sehingga, kiranya mudah dimengerti bahwa sebuah keris yang bagus untuk seorang pedagang, belum tentu cocok dipakai oleh pegawai negeri sipil.Selain enerji spiritual asli yang diciptakan selama proses pembuatan keris, ada pula keris yang “diisi” oleh mahluk halus yang disebut qodam untuk membantu melindungi atau menolong pemilik keris.

Sifat Fisik KerisKeris Lurus dan Keris Luk

Ada Keris Lurus dan Keris Luk. Ada berbagai macam Keris Luk seperti Keris Luk 3, artinya keris dengan belok 3, ada Keris Luk 5, Keris Luk 7, Keris Luk 9 dll.
Keris Lurus dan Keris Luk mempunyai arti simbolis.
Keris Lurus melambangkan kepercayaan diri dan mental yang kuat.
Keris Luk 3 melambangkan keberhasilan cita-cita.
Keris Luk 5 melambangkan : dicintai oleh banyak orang.
Keris Luk 7 melambangkan kewibawaan.
Keris Luk 9 melambangkan kewibawaan, kharisme dan kepempiminan.
Keris Luk 11 melambangkan kemampuan untuk mencapai pangkat tinggi.
Keris Luk 13 melambangkan : kehidupan stabil dan tenang.Dapur KerisDapur atau bentuk khusus keris ditunjukkan oleh kombinasi dari bagian-bagian keris dan luk dari keris. Dapur-dapur keris diciptakan oleh raja-raja Jawa.
Di masa kuno, sudah ada 19 macam dapur keris seperti Sempana, Tilam Upih, Jalak Dhindhing, Kebo Lajer dll,  ciptaan para raja kuno dengan empu-empu terkenal, seperti :Sri Maharaja Dewa Buddha dari Kerajaan Medhangkamulan di Gunung Gede, Jawa Barat ditahun Saka 142. Empu Ramayadi.
Sang Raja Balya dari Kerajaan Medhangsiwanda, Madiun, Jawa Timur ditahun Saka 238. Empu Sakadi.
Raja Berawa dari Kerajaan Medhangsiwanda, di sebelah utara Gunung Lawu, Grobogan, Jawa Tengah. Empu Sukasadi.
Raja Buddhawana dari Kerajaan Medhangsiwanda di tahun Saka 216. Empu Bramakedhali.
Prabu Buddha Kresna dari Kerajaan Medhangkamulan di tahun Saka 246. Empu Saptagati.
Prabu Sri Kala dan Watugunung dari Kerajaan Purwocarito di tahun Saka 412. Empu Sunggata dan Janggito.
Raja Basupati di Wiroto, Purwocarito di tahun Saka 422. Empu Dewayasa.
Raja Drestarata di Astinapura, Purwocarito, di tahun Saka 725. Empu Mayang.
Pada tahun Saka 748, terjadi perang Baratayuda versi Jawa. Perang hebat itu menghancurkan segalanya termasuk musnahnya semua senjata keris dan tombak dll. Memakan waktu satu abad untuk kerajaan-kerajaan baru memerintahkan para empu untuk membuat keris dengan dapur yang sudah ada dan bahkan ditambah lahirnya dapur-dapur baru.
Raja Gendrayana dari Mamenang, Jawa Timur. Di tahun Saka 827 mencipta dapur Pandawa, Karna Tinandhing dan Bima Kurda. Empu Yamadi.
Raja Citrasoma dari Pengging, Jawa tengah, di tahun Saka 941 mencipta dapur Rara Sadewa dan Megantara. Empu Gandawisesa.
Raja Banjarsekar dari Pejajaran, Jawa Barat. Ditahun Saka 1186 mencipta dapur Parungsari, Tilamsekar dan Tilamupih. Empu Andaya.
Raja Siyung Wanara dari Pejajaran, Jawa barat. Ditahun 1284 Saka mencipta dapur Jangkung dan Pandawa Cinarita. Empu : Marcukandha, Macan dan Kuwung.
Raja Brawijaya V, ratu terakhir Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Ditahun Saka 1380 mencipta dapur Nagasasra, Sabukinten, Anoman dll. Empu Dhomas.Dimasa Raja Shah Alam Akbar ( Raden Patah), ratu pertama Demak, Jawa Tengah, beberapa wali dari Walisongo yaitu Sunan Bonang mencipta dapur Sengkelat. Empu Suro, ditahun Saka 1429. Sunan Kalijaga mencipta dapur Kidangsoka dan Balebang. Empu Jakasuro. Sejak saat itu, tidak ada dapur baru yang diciptakan. Para empu penerus hanya melanjutkan pembuatan keris dengan dapur-dapur sebelumnya yang jumlah seluruhnya ada 120 dapur.
Setiap dapur mempunyai arti simbolis yang berbeda.Dibawah ini beberapa dapur yang terkenal :

Sempana artinya mimpi, maksudnya terimalah pengetahuan atau ajaran itu secara bijak.Tilam Upih adalah untuk mengingatkan : Sebaiknya anda memperlakukan orang lain seperti anda  memperlakukan istri anda, artinya dengan baik dan penuh perhatian. Demikian juga perlakuan anda terhadap keris anda, seyogyanya seperti perlakuan kepada istri . Karno Tinanding . Ini mengingatkan supaya setiap saat orang itu terus belajar untuk menambah ilmu dan ketrampilannya. Didunia ini harus siap berlomba untuk menambah kepandaian. Itulah makna kehidupan, tidak ada yang kalah.Sabuk Inten adalah permata sangat indah. Untuk menjadi orang yang mulia dan dihormati, anda harus punya budi pekerti luhur, tata krama dan tata susila.



Pandawa Cinarita supaya panca indera tenang dan terkendali baik, anda harus sabar, menyukuri  apa yang telah anda dapatkan selama ini.Jangkung artinya tinggi semampai, maksudnya anda dilindungi dengan baik.Para Empu Kondang zaman kuno Pejajaran, Jawa Barat :
Empu Windusarpa; Empu Sanggabumi lalu pindah ke Sumatra dan menciptakan pedang Minangkabau yang kuat dan bagus.Empu Nimbok Sombro, wanita cantik, buah karyanya yang berupa keris juga indah dan sangat dicari oleh para kolektor.Majapahit, Jawa Timur :Empu Supomadrangi, dikenal sebagai Empu Supo atau Empu Jakasuro 1. Raja Brawijaya sangat menyenangi keris-keris buatannya.  Oleh Raja, dia diberi pangkat tinggi dan gelar kebangsawanan dengan nama Pangeran Sendhang Sedayu dan dikawinkan dengan adik raja, selain itu diberi tanah perdikan Sedayu di Jawa Timur.Empu Supo punya nama yang melegenda dalam bidang perkerisan, orang percaya bahwa dia telah membuat keris dengan tangan telanjang diatas laut. Oleh karena itu dia dijuluki dengan nama Empu Rambang, artinya orang yang bisa membuat keris diatas air.Empu Supogati, saudara Empu Suro; Empu Jakasuro, anaknya; Empu Wangsa yang mukim di Tembayat; Empu Gedhe yang tinggal di Banyumas, Jawa Tengah.Semua empu yang bekerja untuk Majapahit disebut Empu Dhomas yang terdiri dari 800 empu dari seluruh penjuru tanah air.Tuban, Jawa Timur :Banyak empu Tuban yang adalah pindahan dari Pejajaran, diantaranya lima orang anak Empu Kuwung, yaitu : Empu Rara Sembaga; Empu Bekeljati; Empu Suratman; Empu Paneti; Empu Salaeta. Empu lokal yang terkenal adalah Joko Kajal.Blambangan, Jawa Timur :Empu Surowiseso; Empu Kalunglungan; Empu Mlayagati; Empu Cakrabirawa dll.Madura :Empu Keleng atau Empu Kasa, ketika di Pejajaran namanya Empu Wanabaya;Empu Macan, putra dari Empu Pangeran Sedayu, cucunya Brawijaya.Ketika mukim di Pajang namanya adalah Empu Umyang, lalu pindah ke Madiun dengan nama Empu Tundhung Madiun; Empu Palu, anak Empu Kasa dan Empu Gedhe, anak Empu Palu.Demak, Jawa Tengah : Empu Purwosari; Empu Purwotanu; Empu Subur; Empu Jakasupo II.Pajang, Jawa Tengah :Empu Cublak; Empu Umyang atau Empu Jakasupo II atau Empu Tundhung Madiun. Sewaktu mukim di Mataram, dia ditunjuk untuk mengepalai 800 orang empu. Untuk pengabdiannya, dia di-anugerahi kedudukan kebangsawanan dengan nama Pangeran Sendhang.Empu-empu yang lain : Empu Wanagati; Empu Surawangsa; Empu Jakaputut dan Empu Pengasih.Palembang :Empu Supo Lembang, keturunan Empu Sedhah.Mataram, Jogjakarta :Semasa pemerintahan Sultan Agung, Kerajaan Mataram mempunyai 8oo empu dari seluruh penjuru tanah air. Para empu tersebut diperintahkan untuk membuat senjata termasuk keris dan tombak yang bagus dan kuat untuk dipergunakan para prajuritr menyerang benteng Belanda VOC di Batavia, Jakarta.Setiap 100 empu dipimpin seorang mantri. Nama ke-delapan mantri tersebut adalah : Empu Tepas dari Semarang; Empu Mayi dari Karang; Empu Legi dari Majapahit; Empu Gedhe dari Pajang; Empu Luwing dari Madura; Empu Guling; Empu Ancer dari Kalianjir dan Empu Salaeta dari Tuban.Pimpinan ke delapan mantri adalah  Empu Ki Nom atau Pangeran Sendhang. Dia juga disebut Empu Galeng karena dengan tangan kosong mampu membuat keris di-galengan sawah.Empu-empu Mataram yang lain adalah : Empu Lanang; Empu Suro; Empu Setratoya; Empu Setrakiting; Empu Lujuguna; Empu Setranaya dll.Kartosuro, Jawa Tengah :Empu Setranaya III; Empu Sendhangwarih; Empu Taruwangsa;Empu Japan; Empu Braja; Empu Sendhag Koripan dll.Surakarta, Jawa Tengah :Empu Brajaguna II; Empu Brajaguna III; Empu Singawijaya. Semasa Raja Paku Buwono X, empunya antara lain: Empu Japan dan Empu Jayasukadgo.Jogjakarta :Di Jogja ada banyak empu yang tinggal dibeberapa wilayah Jogja seperti di Kajar, Bener, Imogiri, Ngentha-Entha. Semasa pemerintahan Raja Hamengku Buwono V, salah satu empunya adalah Wangsawijaya yang mendapat pangkat tinggi dengan nama Tumenggung Jayanegara.Kepala Empu ( Jejeneng dalam bahasa dan istilah Jawa) dimasa Hamengku Buwono V adalah Tumenggung Riyokusumo.Empu Supowinangun adalah empu semasa Raja Hamengku Buwono VIII yang banyak membuat keris untuk Patih Danurejo VII. Empu lainnya adalah : Empu Lurah Prawiradahana; Empu Bekel Tarunadahana; Empu Jayangpenglaras.Kepala empu/ Jejeneng empu disaat Hamengku Buwono VIII adalah Empu Wedono Prawirodipuro.Pakualaman, Jogjakarta :Empu Ngabehi Kartocurigo 1; Empu Karyocurigo II; Empu Ngabehi Karyodikromo; Empu Mas Saptotaruno dan Empu Joyokaryo.TangguhTangguh keris adalah perkiraan waktu pembuatan sebuah keris. Ini biasanya diamati dari bentuk keris, pamornya, material yang dipakai. Nama-nama tangguh dihubungkan dengan nama-nama kerajaan kuno seperti :
Tangguh Kahuripan, Jawa Timur dari abad XI.
Tangguh Singasari, Jawa Timur dari abad XII.
Tangguh Pejajaran, Jawa Barat dari abad XIII.
Tangguh Majapahit, jawa Timur dari abad XIV.
Tangguh Blambangan, Jawa Timur dari abad XIV.
Tangguh Sedayu, Jawa Timur, dari abad XIV.
Tangguh Tuban, Jawa Timur, dari abad XIV.
Tangguh Madura, jawa Timur, dari abad XIV.
Tangguh Demak, Jawa Tengah, dari abad XV.
Tangguh Pajang, Jawa Tengah, dari abad XVI.
Tangguh Mataram, Jogjakarta, semasa Panembahan Senopati dan Sultan Agung, dari abad XVI dan XVII.
Tangguh Kartosuro, Mataram, Jawa Tengah, sejak Raja Amangkurat II dari 1680 – 1743.
Tangguh Surakarta, Jawa Tengah, sejak masa Sunan Paku Buwono II, tahun 1743.
Tangguh Jogjakarta, sejak Sultan Hamengku Buwono 1, tahun 1755.PamorUntuk pencinta keris, pamor yang ada dibilah keris adalah bunga dari keris bahkan jiwa dari keris tersebut. Pamor membuat keris bercahaya lebih menarik dan bernilai lebih. Pamor muncul sebagai akibat penempaan canggih dari besi dengan nikel atau batu meteor, ini bukannya ukiran.Para empu keris mewarisi seni canggih penempaan keris dari para empu sepuh zaman kuno, sejak sekian ratus tahun yang lalu. Dipakai juga batu meteor untuk mempercantik pamor.Ada beberapa jenis pamor. Bila anda berminat untuk mulai memiliki keris, berhati-hatilah. Pilihlah keris dengan pamor yang membuat hidup anda nyaman, hindari untuk mengkoleksi keris dengan pamor yang jelek perlambangnya.Beberapa Pamor Favorit :
  • Pamor Kulbuntet . Pamor ini dimaksudkan untuk melindungi pemilik keris dari segala macam serangan, supaya selamat.
  • Pamor Batulapak. Member keselamatan dan keberuntungan. Pemilik disenangi banyak orang.
  • Pamor Udan Mas. Pembawa rejeki dan kekayaan.
  • Pamor Kancingkulino. Menyebabkan pemiliknya bisa mencapai pangkat tinggi dan keberuntungan.
  • Pamor Purnamandadari. Pembawa kemakmuran dan pikiran jernih. Ini cocok untuk executive, diplomat dll.
  • Pamor Satriyo Pinayungan. Pemilik kuat memangku jabatan tinggi, makmur dan disenangi banyak orang.
  • Pamor Bawaretno atau Pamor Alif untuk menjadi pemimpin yang cakap, mrantasi gawe ( mampu menyelesaikan semua persoalan dan berhasil dalam bekerja) dan ber martabat.
  • Pamor Pancuran Mas, supaya terus dapat rejeki
  • Pamor Tunggak Semi. Pemilik dan keturunannya hidup makmur.
  • Pamor Likas. Simbul kemakmuran untuk pedagang, petani, peternak. Selalu selamat dan punya banyak teman.
  • Pamor Ngurutan untuk menolak serangan halus jahat, racun, dan semua kekuatan hitam. Pemilik selamat, punya pekerjaan dan posisi bagus.
  • Pamor Dewangkoro. Ini cocok untuk prajurit, melindungi dari tembakan peluru, senjata tajam dan musuh jahat.
  • Pamor Mustar. Melindungi dari segala macam serangan, melindungi rumah dari kebakaran, untuk mendinginkan orang yang sedang marah.
  • Pamor Rotomo. Membantu menemukan kembali barang hilang. Bagus untuk pencari ikan, hasil tangkapannya banyak; petani akan panen buah banyak.
  • Pamor Jeng Isi Donya. Ini melambangkan kekayaan dan kemampuan mengelola. Pedagang akan banyak untung dan disenangi orang banyak.
  •  Pamor Lintang Kemukus. Bagus untuk kelancaran komunikasi, hubungan. Akan dengan cepat menerima berita, mengetahui sesuatu secara otomatis, juga dalam bidang spiritual. 
Pamor yang sebaiknya dihindari
Ada beberapa pamor keris, menurut pengalaman mempunyai pengaruh yang kurang baik bagi pemilik keris, antara lain :Pamor Manerakung. Ini pamor jelek, pemilik bisa cilaka.
Pamor Buto Ijo. Jelek, senjata makan tuan, bikin pemilik susah.
Pamor Lulut. Bikin pemiliknya sakit-sakitan.Pamor lain yang tidak baik diantaranya : Gedah, Pasiyungan, Sengkolo, Ngangsar, Buntel Mayit, Kudhung Mayit, Nerjang Landep, Pegat Waja, Pedhot, Belah Pucuk dll.Tata cara mengenakan kerisKeris adalah pelengkap busana pria tradisional pada masa kini dan dipakainya disebelah belakang pinggang. Oleh karena itu, dalam bahasa Jawa juga disebut “wangkingan” artinya tempatnya dibelakang. Tentu saja cara memakainya yang pantas.

Keris dalam bahasa halus/kromo inggil disebut “ Dhuwung” artinya lumayan.Keris juga diartikan sebagai rahasia yang harus disimpan.Sebagai orang dewasa, orang tua ( tua sikap dan jalan pikirnya, bukan hanya tua umurnya), manusia seharusnya mengerti rahasia kehidupan dengan jalan belajar ilmu sejati atau kebatinan. Ada pepatah Jawa  : “Curigo manjing warongko” artinya : Bersatunya keris dengan warongko/ sarungnya.

Dari sudut pandang spiritual/kebatinan, itu berarti : Manunggalnya Sang Pencipta dan ciptaannya, Manunggaling Kawulo Gusti dalam bahasa Jawa. Dalam bahasa sehari-hari bilah keris harus berada didalam warongko. 
Harga sebuah kerisSetelah kita mengetahui betapa sulitnya membuat sebuah keris klasik ciptaan seorang Empu, kita mengerti kenapa harganya  relatif tidak murah. Itu semua disesuaikan dengan pengalaman, penghargaan dari laku tirakatnya dan harga-harga material dan beaya operasional yang dikeluarkan selama 40 hari hanya untuk membuat sebuah keris klasik yang bermutu. Pada saat ini harga sebuah keris klasik ciptaan Empu berkisar antara Rp.10 juta sampai dengan Rp.50 juta, tergantung dari kualitasnya.Harganya akan jauh lebih mahal kalau bilah keris dilapis dan dipercantik dengan lapisan emas. Terkadang sampai 100 gram emas dipakai.Ongkos untuk mempercantik penampilan keris juga mahal. Harganya akan lebih mahal lagi kalau warongko/sarung keris  juga dari materi yang mahal.Itulah harga untuk sebuah karya klasik seorang Empu Keris masa kini.Pada masa kini, hanya ada beberapa empu keris tradisional Seorang empu tradisional, dia hanya mampu membuat 6 atau 7 keris per tahun. Biasanya, mereka itu sudah fully booked. Sehingga bila anda ingin memesan membuat keris kepada empu, harus bersabar menunggu antrian sampai satu atau dua tahun.Karena permintaan pasar yang cukup tinggi untuk keris, ada sejumlah pembuat keris ( yang tidak masuk kategori Empu), mereka mampu menempa lebih cepat. Diperlukan kira-kira satu minggu untuk memproduksi sebuah keris. Dibeberapa tempat di Jawa, ada tempat-tempat penempaan dan pembuatan keris dengan produksi masal. Keris-keris itu memenuhi pasar. Kerisnya tidak jelek, sedang kualitasnya. Secara popular, keris semacam ini disebut “keris untuk souvenir”. Dan harganya tentu saja jauh lebih murah dari bikinan Empu.Empu Keris masa kini



Diantara empu keris masa kini, yang kondang adalah Empu Sungkowo Harumbrojo, putra dari almarhum Empu Djeno Harumbrojo dari desa Gatak, Moyudan, Sleman, Jogjakarta.Klasnya sebagai empu keris didapat dari pengalaman berkarya mengikuti ayahandanya selama lebih dari 30 tahun. Empu Sungkowo masih tetap melestarikan cara tradisional dalam membuat keris, lengkap dengan sesaji dan laku tirakat.



Empu Harumbrojo adalah masih keturunandari Empu Supodriyo dari kerajaan Majapahit abad XIV. Keris bikinan Harumbrojo sangatlah dicari oleh para penggemar dan kolektor keris dari Indonesia dan juga dari mancanegara seperti dari negeri –negeri Asia, Perancis, Belanda dan Eropah lainnya ,juga dari Amerika SerikatPembuat keris yang lain dengan pengalaman lebih dari 25 tahun adalah Djiwo Dihardjo dari desa Banyusumurup, Imogiri, Jogjakarta. Daftar pelanggannya tidak saja pelanggan lokal, tetapi juga para pembesar dalam dan luar negeri.Empu Karyadiwangsa dari Kajar, Gunung Kidul, Jogja juga termasuk empu tradisional menurut pengamatan Bapak Lumintu, seorang pengamat keris senior dari Jogjakarta.



Untuk diketahui dalam penempaan keris tradisional dengan tata cara kuno, dipercaya  bahwa : kepandaian, kerja keras dan material yang baik, akan tidak bisa dipakai menghasilkan keris yang bagus ,kalau tidak didahului dengan tirakat seperti puasa, meditasi dan doa khusuk kepada Tuhan.Saat ini, ada banyak penempa keris dan tombak di Solo, Jogja, Surabaya, Tulungagung, Taman Mini Jakarta, Madura, Brunai dll. Mereka adalah pembuat keris, tetapi tidak bisa disebut Empu kalau dalam pembuatannya tidak dibarengi dengan tata cara tradisional seperti sesaji dan laku tirakat.Pembuat keris dari Surakarta antara lain : KRT. Supowijoyo ( Suparman) dari Kadipiro, H.Fauzan dari Purwosari, Kelompok STSI Kenthingan dari Jebres, Suyanto dari Bibis Kulon dan Harjosuwarno yang berkarya ditempat  pembuatan keris di Surolayan milik Go Tik Swan/ KRT. Harjonegoro di Kratonan.Bangsa Indonesia bangga bahwa karya pinisepuhnya yang berupa Keris telah diakui oleh UNESCO pada tahun 2005 sebagai Warisan Budaya Indonesia. Bersambung.Jagadkejawen,Suryo S.NegoroJagadKejawen mengucapkan terimakasih kepada Bapak Lumintu, pengamat keris senior dari Jogjakarta sebagai sumber gambar pamor  di artikel ini,