Rabu, 12 Februari 2014

Topeng Jabung ( khas Malang )

Dramatari Topeng Jabung , Pembinaan Dan Pengembangan

gajah suraPertunjukan seni topeng telah mengakar pada budaya bangsa Indonesia sejak jaman dahulu. Dalam konteksnya yang berbeda-beda pertunjukan seni topeng telah dikenal sejak lama baik di daerah Aceh, Batak, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa , Timur, Madura, bahkan sampai-sampai ke Irian Jaya. Khususnya bagi daerah Jawa Timur, kesenian topeng telah dikenal sejak abad IX Masehi, dimulai dari kalangan kraton/istana yang kemudian sedikit demi sedikit mulai merembes ke masyarakat kelas bawah, dan akhirnya menjadi kesenian rakyat yang sangat populer.
Di dalam kitab Pararaton tertulis sbb.:
“Telas purwa wetaning Kauri, kaputer sawetaning Kauri sama awediring sira Ken Arok, mau ariwa-riwa ayun angadeg ratu…”
Artinya:
“Sudah dikuasailah daerah sebelah timur Kawi, bahkan seluruh daerah sebelah timur Kawi itu semuanya takut terhadap Ken Arok, mulailah Ken Arok menampakkan keinginannya untuk menjadi raja…”
Dengan kutipan di atas jelas bahwa daerah Singosari tersebut meliputi daerah sekitar timur Kawi itu. Desa Jabung terletak di Kecamatan Tumpang di bawah Kabupaten Malang, di daerah berdirinya Candi Jajagu yang didirikan untuk memperingati Wisnoe Wardhana, Candi Kidal untuk Anusapati dan Candi Singosari untuk Ken Dedes.
Tak dapat disangsikan lagi bahwa dramatari Topeng Jabung yang merupakan sisa-sisa seni pertunjukan tradisional pada abad-abad XI – XIV, abad kejayaan kerajaan Kehuripan, Kediri, Singosari, Daha, dan Majapahit itu, tentulah tidak saja hidup di Desa Ja­bung, tetapi pernah juga menyebar di desa-desa sekitarnya.
Sejalan dengan pasang surutnya kerajaan-kerajaan di Jawa Timur yang mendukung keberadaan dramatari Topeng Jabung, maka keberadaan dramatari Topeng Jabung pun mengalami kemunduran. Dominasi kerajaan yang berada di bawah pengaruh Islam telah menyebabkan memudarnya kejayaan Topeng Jabung.
Kevakuman yang berlangsung cukup lama telah membuat data dan dokumentasi teknis pertunjukan dramatari Topeng Jabung ini menjadi sulit dilacak. Tokoh-tokoh senior yang masih hidup, dan yang masih bisa ditemui untuk menceritakan pengalamannya tentang perkembangan Topeng Jabung tak banyak lagi. Tidak ditemuinya dokumentasi tertulis tentang naskah-naskah lakon yang pernah dimainkan, telah pula menyebabkan kesulitan dalam melacak jenis cerita dan judul lakon yang biasa dimainkan. Hal ini disebabkan setiap lakon hanya diturunkan turun- temurun secara lisan/hafalan kepada generasi yang di bawahnya.
Namun, dariberbagai usaha para pecinta seni, khususnya seni tari dan pertunjukan dan didukung oleh pemerintah, maka telah berhasil dihimpun berbagai data yang secara garis besarnya telah dapat menggambarkan bagaimana berlangsungnya pertunjukan dramatari Topeng Jabung tersebut. Hal ini tidak lepas dari bantuan para tetua desa, serta bekas-bekas penari yang masih hidup dan yang masih bisa dijumpai.
Masalah yang dihadapi sekarang ini adalah bagaimana mengenali dan mengembalikan teknis pementasan dan teknis tari Topeng Jabung sebagaimana bentuk permainan aslinya yang dulu. Kecenderungan pemanggungan drama tari Topeng Jabung yang sekarang telah banyak dipengaruhi gaya pementasan ludruk.
Tak dapat disangkal bahwa minat masyarakat untuk menonton ludruk sekarang ini telah menggeser minat masyarakat menonton pertunjukan Topeng Jabung. Hal ini menyebabkan pertunjukan dramatari Topeng Jabung menjadi semakin jarang dipertunjukkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar